Senin, 11 April 2016

Diskriminasi? di Polandia.

Saya pernah tinggal di Polandia. Saya pernah naik bus dan menemukan stiker besar "No Islam in Europe!". Saya pernah naik tram dan segerombolan orang berteriak-teriak mengacungkan jari tengah ke arah saya. Saya pernah ketika belanja di mall, terus diawasi banyak penjaganya, seolah maling. Saya dan PapaMi pernah di pasar, diteriaki dan disuruh pergi. Saya pernah sedang jalan dan tiba-tiba seseorang memarah-marahi saya. 

Saya marah, takut, sedih, paranoid untuk keluar rumah. Apalagi membaca berita: protes besar menolak pendirian mesjid di Warsaw, pelemparan kepala babi dan penyerangan ke mesjid di berbagai kota, pelarangan menyembelih hewan (termasuk saat qurban), dan headline-headline tendensius yang menyakitkan sekali membacanya. Oh, rasanya saya ingin bilang, orang Katolik itu jahat semua, orang Kaukasusian itu rasis! Saya ingin menulis penuh benci, serapah, dan maki-maki. Kelak akan banyak teman saya bersimpati, menghimpun solidaritas untuk memusuhi... Namun, begitukah akhlak teladan Nabi? Apakah Tuhan mengajarkan dendam?

Jumat, 01 April 2016

Family Time

Sebelumnya, PapaMi belum mengiyakan tawaran rekomendasi posdoc di Korea. Saya bilang, terima saja dulu, selanjutnya biar Allah yang menentukan; kalau tidak lolos berarti bukan rejeki di sana, kalau positif berarti memang takdir yang terbaik sudah dipilihkan. Tapi, kata PapaMi, jam kerja di Korea kan... Ya kalau Allah sudah menentukan, pasti dimudahkan. Ga apa-apa. Saya meyakinkan.

Selasa, 15 Maret 2016

Visa Korea Dependent Family

Berikut ini adalah pengalaman membuat visa Korea untuk family dependent (Visa F-3), yaitu anggota keluarga (spouse dan anak) yang akan tinggal bersama  menyusul anggota keluarganya (WNI) yang telah tinggal di Korea. Jenis visa ini tidak dicantumkan di website Kedutaan Korea untuk Indonesia.

Visa Korea Peneliti

Berikut ini adalah hasil mengamati PapaMi yang bikin visa researcher (visa E-3) untuk penelitian ilmiah alias posdoc. Saya kira visa Papa itu visa pelajar (D-2) karena visa pelajar juga mencakup penelitian ilmiah, ternyata bukan.

Jumat, 05 Februari 2016

Belajar menjahit

Saya pernah bilang ke PapaMi, saya mau belajar fotografi. Maka secara impulsif Papa beli dua dslr, beberapa lensa, dan banyak aksesoris tambahan lainnya. Tidak lama saya menyerah, berdalih ternyata fotografi bukan passion saya. Lalu saya bilang mau belajar menjahit. Sompral. Tetapi PapaMi selalu mendukung niat saya. Dicarikanlah mesin jahit second. Nemu di olx, gooodd condition dengan harga nyaris setengah harga baru.

Kamis, 28 Januari 2016

Sekolah (TK) Hilmi

Sepulang dari Polandia, Hilmi semangat sekali mau sekolah. Tiga setengah tahun usia Hilmi waktu itu. Hilmi masuk PAUD dekat rumah. Mungkin salah saya kurang riset. Hilmi yang sangat jarang bersosialisasi tiba-tiba dihadapkan pada lingkungan sekolah yang "mandiri". Ibu guru tertib pada jadwal: menulis, mewarnai, main. Waktu main, Ibu guru membiarkan saja anak-anak bermain, bersosialisasi, dorong-dorongan di perosotan, rebutan mainan, dan Hilmi duduk sendirian di pojokan.

Beberapa kali sekolah, sedih, sampai akhirnya nangis-nangis ga mau sekolah. Berhenti. Tahun ajaran baru saya daftarkan Hilmi di TK. Dari sekolah saya ingin Hilmi belajar berteman, belajar percaya orang lain dan bisa mengurangi ketergantungan pada Mama. 

Kamis, 21 Januari 2016

Papa. Kangen.

Mendadak hari-hari kami warna warni. Bagian mana yang hendak mulai ditulis, saya gamang *lebay*. Segamang tujuan hidup saya sekarang *lebay banget*.

Mendadak PapaMi berangkat ke Korea 18 Januari. Kami berpisah, hanya sekitar dua bulan. InsyaAllah saya dan Hilmi akan menyusul. Jadi, tidak perlu sedih. Tetapi menyaksikan Hilmi menangis jerit-jerit mau ikut Papa, memeluk Papa kuat dan susaaah sekali melepaskan tangannya, siapa tidak meleleh? Sekeluarga besar kami akhirnya menangis juga. Hilmi terus meronta, teriak, mencoba masuk gate mengejar papa. Banyak orang menonton dengan prihatin.

Jumat, 27 November 2015

Diagnosis TB

Saya pernah menulis tentang Hilmi yang makannya sedikit, growchartnya yang entah, dan intoleransi laktosa. Bukan tidak berikhtiar, saya konsultasi juga ke DSA. Diresepkan bermacam vitamin, obat cacing, katanya ya mamanya juga kurus kecil (dulu!), ga apa-apa masih normal.

 

Tidak juga membaik. Sampai kapan Hilmi menolak makan bertahun-tahun begini? Lalu Hilmi seolah semakin mengecil semakin anomali. Sementara saya semakin khawatir semakin tertekan.

Terapi TB

Hilmi sudah didiagnosis TB.

Obat anti TB (OAT) untuk anak adalah kombinasi Isoniasid (INH), Rifampisin, dan Pirazinamid. Ketiga obat tersebut diberikan selama dua bulan pertama. Lalu empat bulan selanjutnya, yaitu mulai bulan ketiga sampai keenam, hanya diberikan kombinasi INH dan Rifampisin. OAT harus diminum setiap hari. Tidak boleh absen karena bakterinya bisa resisten, pengobatan harus diulang dari awal dan menjadi lebih berat.