Tampilkan postingan dengan label Italia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Italia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Mei 2012

Venezia

Kami pun merayakan second anniversary di Venezia, Venice. Hehe, boong ding. Masih seminggu lagi.

Berasa ga percaya bisa ke Venezia, yang dari dulu cuma saya lihat dengan terkagum-kagum di buku, di tipi. Sekarang saya beneran di Venezia! Saya lihat air, bangunan-bangunan dikelilingi air, jembatan-jembatan di atas air, perahu-perahu berjalan di air. Iya gondola.


Kami ke Venezia tanpa persiapan. Hanya berbekal 500 mL air mineral dan beberapa roti. Tanpa informasi apapun, tanpa guide, tanpa googling. Kami berangkat pagi dengan kereta kelas 2 dari Bologna Centrale. Kurang dari dua jam tiba di stasiun Venezia S Lucia. Kami beli peta paling murah 2.5 eur.

Kamu boleh mencoba naik water bus, perahu besar yang menyusuri "jalanan" air di Venezia dengan tujuan tertentu. Harga one way 6 eur. Kalau kamu ingin lebih privat silakan mencoba water taxi yang tujuannya bisa kamu tentukan sendiri. Buat yang eksklusif atau honeymoon, naiklah gondola. Mamang-mamangnya pake seragam, baju garis-garis biru dan topi jerami. Perahu gondolanya bagus, dengan karpet dan bunga-bunga. Sedangkan untuk paket hemat seperti kami, cukup foto saja gondolanya lalu tinggalkan. Kita berkeliling Venezia dengan jalan kaki.


Setiap orang di Venezia mungkin adalah turis. Jual beli souvenir dan makan-makan menjadi ramai sekali. Gang-gang sempit daratan yang menghubungkan antargedung menjadi seperti pasar. Meski tidak sebanyak Bologna, Venezia juga punya banyak gedung kuno khas Italia, patung-patung bagus, dan menara-menara miring. Kata papa mungkin Italy adalah asal kata dari italic, jadi miring-miring.


Jalan di sekitar kompleks bangunan adalah air, seperti sungai. Airnya cukup bersih, biru-hijau, dengan banyak gondola di tepinya dan jembatan beraneka macam. Venezia merupakan kota bersejarah yang dibangun manusia dengan fondasi sulit di atas laguna. Kota ini semakin tergenang jika pasang. Namun bukan menjadi kumuh, Venezia cantik seperti yang diceritakan di buku, yang saya lihat di tipi. Apalagi kalau pada waktu-waktu tertentu ada karnaval topeng, festival seni, pesta kembang api, atau pemutaran film, pasti jauh lebih seru.


Sebagai sebuah kota, ternyata Venezia tidak terlalu luas. Bisa ditelusuri keseluruhan dengan berjalan kaki seharian, pasti gempor. Karena salah satu hal yang menyenangkan bahwa di Venezia hampir tidak ada mobil dan motor, kan water bus dan taksinya pakai perahu. Oia sebagai tips wisata, gunakan sepatu kets atau apapun yang nyaman, dan karena cuacanya hangat tidak butuh lagi jaket winter berlapis-lapis. Berjalan berkeliling di kota ini sangat menyenangkan, jangan ganggu dengan high heels dan jaket yang berat.

Akhirnya kami sampai di Piazza San Marco, pusat kehidupan orang-orang Venezia yang kata peta paling indah di dunia. Plasa yang luas dengan monumen-monumen jaman Renaissance. Basilica San Marco yang menyimpan harta karun Konstantinopel, menara jam Torre dell'Orologio, Palazzo Ducale, dan menara lonceng. Di sekelilingnya berderet cafe dan butik merk-merk terkenal. Waaa mauu. Tapi kalaupun saya beli menghabiskan tabungan papa, sekalinya dipakai pasti dikira beli kw dari pasar ular. Mending tabungannya buat sasak rambut, meningkatkan kasta biar dikira ibu pejabat. Hehe.


Pokoknya tidak akan bosan berulang-ulang menyusuri kota yang dikelilingi air. Setiap sudut memiliki keunikan, bagus semua. Tapi matahari semakin terik. Sebentar lagi mungkin satu orang dapat satu matahari. Kaki juga sudah ga karuan rasanya. Kami sudah berjalan lebih dari lima jam. Alhamdulillah tapi capenya terbayar. Kota tergenang ini memang layak dikunjungi. Terima kasih papa buat Venezianya. Suka.

Mahalnya Italia

Satu hal yang paling tidak menyenangkan di Italia itu mahal, sangat mahal.

Di Bologna, toko baju dan sepatu berderet-deret. Mengusik jiwa feminim saya buat beli semuanya, bagus-bagus. Namun mengetahui harga yang ratusan euro, saya cuma menatap sedih jendela etalasenya. Orang Italia gajinya berapa siy, masih bertahan hidup setelah transaksi di kassa sini.

Membandingkan dengan Poland, dengan nilai tukar 1 eur = 4, 2 zl, Italia lebih mahal lebih dari empat kali lipat dibanding Poland. Di Bologna bawang dijual 3 eur per kilo, sedangkan di Warsaw terakhir saya beli hanya 0.99 zl per kilo. Di Bologna satu bulat selada dijual 3 eur, sedangkan di Warsaw hanya 3 zl. Di Bologna roti tawar harganya lebih dari 1 eur, sekali saya beli roti 0.99 eur keras dan ga enak banget, sedangkan di Warsaw roti tawar cuma 2 zl dan roti 0.17 zl pun masih lumayan enak. Harga Bologna tersebut adalah harga di supermarket yang akan naik dua kali lipat kalau beli di toko.

roti 0,99 eur yang keras, ga enak. tapi hampir semua resto dan tempat makan menyajikannya

Apalagi harga makanan jadi, bikin kami males makan, males bayar sebenernya. Padahal Bologna begitu terkenal dengan kulinernya, kebanyakan adalah pasta dengan isian daging babi. Karena pengen mencicipi, bukan pasta babi, kami beli es krim di gelateria Gianni yang katanya paling enak. Satu cone kecil harganya 2,5 eur. Rasanya beneran enak. Dede juga suka. Namun beberapa waktu kemudian, kami sekeluarga diare. Haduh, mungkin kami cocoknya makan es lilin saja.

sulit memilih rasa es krim di gelateria Gianni, semua tampak enak

Padahal di kereta saya merasa sedang di padalarang, sawah melulu. Dari pesawat juga saya lihat perkebunan di Bologna dan sekitarnya luaaas sekali. Bologna adalah penghasil gandum, sayur, buah, dan wine terbaik di Italia. Bukankah Italia pun dekat laut? Tapi kenapa harga ikan, daging, pasta, dan semua hasil pertanian itu sebegitu mahalnya? Lebih mahal dibandingkan di Poland yang buah-buahannya justru diimpor dari Italia. Apa iya karena penggunaan mata uang euro? Karena setau saya Poland belum pake euro karena takut harga-harga jadi mahal.

Kalau tentang ekonomi, saya ga ngerti ah, apalagi perekonomian internasional gini.

Saya kembali jadi ibu rumah tangga saja, yang sesuai dasa darma pramuka; hemat cermat dan bersahaja. Saya merasa beruntung tinggal di eropa di negara yang tidak semahal Italia. Harga-harga di Poland jauh lebih ramah dibanding Italia, untuk beberapa hal malah lebih murah dibanding Indonesia. Meskipun kadang membuat saya khilaf belanja segala macam. Semoga saya tetap bisa menjadi alumni pramuka yang istiqomah :p

Bologna the Red

Bologna is the learned, the fat, the red and the city of towers. Bologna the learned karena Bologna punya universitas tertua di Eropa, bahkan di barat. Bologna the fat karena siapa yang ga tau spageti Bolognese, beraneka makanan dari Bologna adalah terbaik di Italia dan terkenal ke seluruh dunia; pasta tortellini, tortelloni, mortadella, lasagna, pizza, wine, dan hasil pertaniannya yang kaya. Bologna the red karena bangunan-bangunan tua terakota yang menjadikan kota berwarna merah khas, serta secara tidak langsung the red juga menunjukkan sejarah politik di bawah pemerintahan komunis. Bologna the city of towers karena pada abad pertengahan memiliki lebih dari 200 menara, meski kini hanya tersisa 60.

Bologna. Jalan dan arcade.

Kalau Jakarta berpusat di Monas, Bandung di Gasibu, maka pusat Bologna adalah Piazza Maggiore. Di sekitarnya ada monumen-monumen kota. The Basilica of San Petronio, Palazo Dei Notal, Palazo Communale, Palazo Re Enzo, Palazo Del Podesta, Palazo Dei Banchi, serta patung Neptunus yang kontroversial. Semuanya bagus. Sisanya plasa luas, orang-orang berkumpul, foto-foto, makan, belanja, jualan, nongkrong, kalau weekend biasanya ada pertunjukan atau mengamen.

patung Neptunus. jadi kenapa kontroversial?

Simbolisasi Bologna adalah Due Torri atau the Two Towers: Asinelli, menara yang paling tinggi dan Garisenda, menara yang miring. Kalau kamu suka memanjat, boleh mencoba naik sampai puncak menara dan melihat Bologna secara utuh dari atas. Tinggi sekali, saya sih tidak berminat. Di dekat Due Torri terdapat bangunan kuno juga, San Giacomo Maggiore.

Due Torri

Selain itu, Via Santo Stefano merupakan one of the most beautiful streets of the town. Karena apartemen kami di sini, kami melewatinya setiap hari. Sepanjang jalan adalah bangunan kuno terakota, arcade, gereja, dan toko-toko. Ada plasa kecil di depan gereja Santo Stefano, ramai dan wajib dikunjungi buat turis.

Sayangnya saya kurang mengerti seni. Saya ga tau kenapa tata kotanya padat begini. Sama ga ngerti kenapa bangunan-bangunan kuno ini malah tampak kumuh. Kecuali patung Neptunus, itu keren. Tapi apakah saya akan sebulanan memeluknya dan bilang saya betah di Bologna karena ada Neptunus? Saya kira Poland jauh lebih menyenangkan. Dan jika memilih mau tinggal di mana, absolutely Indonesia.

Bologna, dalam 25 Hari

Kali pertama di Bologna sama menariknya dengan Warsaw. Senang ternyata kami tinggal di sini, di Via Santo Stefano, benar-benar di pusat kota. Akan banyak tempat menarik yang dapat kami kunjungi hanya dengan berjalan kaki. Senang karena kami tinggal di apartemen yang rapi, lebih luas dibanding di Filtrowa, mungkin juga lebih luas dibanding rumah kami nun jauh di Bandung coret, dengan barang-barang detail yang lengkap. Senang karena Bologna jauh lebih hangat dari Warsaw. Senang karena Italia lebih heterogen, banyak sekali orang asia, terutama india, dan muslim yang berjilbab. Pada hari pertama kami sudah menemukan toko daging halal dan memang ada banyak. Senangnya.

Namun hari-hari di Bologna ternyata tidak lebih menyenangkan dari Warsaw. Tidak banyak taman di sekitar tempat tinggal kami. Harus berjalan lumayan jauh ke Giardini Margherita, taman kota yang luas buat piknik. Sisanya semuaa toko, berasa kami tinggal di tengah pasar baru. Kami juga tidak banyak bertemu bule-bule seramah orang Warsaw. Oia bule Italia itu mungkin sekeluarga semua sama Valentino Rossi, keriting. Kalau bule Poland rambutnya pada lurus dan relatif lebih cakep, tinggi, proporsional. Di luar itu semua, yang paling tidak menyenangkan bahwa di Itali mahal, sangat mahal.

Bologna katanya one of the most wonderful place in the world. Kota tua yang merepresentasikan Italia abad pertengahan, gothic, renaissance, dan baroque. Jalan di sini tidak diaspal melainkan ditutup semacam batu atau paving blok, seperti di old town Warsaw atau Braga di Bandung. Trotoar adalah arcade; teras gedung, berupa lorong, beratap, dan lantainya keramik. Arcade di sini adalah yang terpanjang di dunia. Tujuannya supaya aktivitas jual-beli tetap berlangsung, berjalan menjadi teduh, terlindung dari panas dan hujan. Namun, sinar matahari menjadi terhalang, lantai arcade terlihat kotor, lembab, becek kalau hujan. Gedung-gedung tua di sini, selain apartemen dan toko, banyak adalah gereja. Semua berdempetan tinggi, hanya menyisakan jalanan sempit yang kadang berupa gang tanpa trotoar. Kota menjadi penuh sekali. Menurut saya, Bologna tampak muram dan horor, terlebih kalau hari gelap. Pengap karena tidak ada pohon dan lahan untuk rumput-rumputan. Anjing dengan seenaknya pipis dan ee di lantai dan pilar, menabung bau dan jijik di mana-mana. Tempat sampah besar juga ada banyak di pinggir jalan, beberapa di sekitarnya berceceran, sama sekali tidak indah.

dari depan Due Torri

Bologna, sebagai bagian dari negara Italia yang terkenal mungkin sebegitu menarik untuk didatangi "imigran" mencari peruntungan. Sekian banyak toko kelontong, semua penjualnya ternyata orang India. Pedagang asong di sudut-sudut jalan kebanyakan orang negro. Pendatang lain adalah pelajar dan banyak sekali turis. Segerombolan bule membawa peta menjadi biasa. Segerombolan alay berdandan boyband pasti dari Asia Timur. Segerombolan lain orang Amerika Selatan. Segerombolan lagi mengobrol dengan bahasa Indonesia.

Banyak pendatang juga menjadi pengemis, pun mengganggu keindahan Bologna. Sebagian adalah pria bule yang sangat sehat. Sisanya banyak dari Rumania, perempuannya biasanya berkerudung bunga-bunga. Kata teman papa yang Rumanian, mereka gipsy. They're from Rumania but not Rumanian. Gipsy menjadi kaum pendatang di banyak negara di eropa untuk mengemis dan mengamen, membuat Rumanian merasa dicemarkan nama baiknya.

di Piazza Maggiore yang berkumpul turis dan imigran

25 hari di Bologna, tentu saja kami senang sekali. 25 hari berjalan-jalan di arcade, menyusuri terakota yang berhenti di dua menara. 25 hari yang karena sudah berada di pusat kota, bingung harus ke mana lagi. 25 hari malah saya habiskan tidur-tiduran depan tv berbahasa Italia. Kapan-kapan saya pengen ke Bologna lagi. Eh ngga ding, pengen ke tempat lain saja, ke negeri menara yang berbeda lagi.