Selasa, 01 Mei 2012

Bologna, dalam 25 Hari

Kali pertama di Bologna sama menariknya dengan Warsaw. Senang ternyata kami tinggal di sini, di Via Santo Stefano, benar-benar di pusat kota. Akan banyak tempat menarik yang dapat kami kunjungi hanya dengan berjalan kaki. Senang karena kami tinggal di apartemen yang rapi, lebih luas dibanding di Filtrowa, mungkin juga lebih luas dibanding rumah kami nun jauh di Bandung coret, dengan barang-barang detail yang lengkap. Senang karena Bologna jauh lebih hangat dari Warsaw. Senang karena Italia lebih heterogen, banyak sekali orang asia, terutama india, dan muslim yang berjilbab. Pada hari pertama kami sudah menemukan toko daging halal dan memang ada banyak. Senangnya.

Namun hari-hari di Bologna ternyata tidak lebih menyenangkan dari Warsaw. Tidak banyak taman di sekitar tempat tinggal kami. Harus berjalan lumayan jauh ke Giardini Margherita, taman kota yang luas buat piknik. Sisanya semuaa toko, berasa kami tinggal di tengah pasar baru. Kami juga tidak banyak bertemu bule-bule seramah orang Warsaw. Oia bule Italia itu mungkin sekeluarga semua sama Valentino Rossi, keriting. Kalau bule Poland rambutnya pada lurus dan relatif lebih cakep, tinggi, proporsional. Di luar itu semua, yang paling tidak menyenangkan bahwa di Itali mahal, sangat mahal.

Bologna katanya one of the most wonderful place in the world. Kota tua yang merepresentasikan Italia abad pertengahan, gothic, renaissance, dan baroque. Jalan di sini tidak diaspal melainkan ditutup semacam batu atau paving blok, seperti di old town Warsaw atau Braga di Bandung. Trotoar adalah arcade; teras gedung, berupa lorong, beratap, dan lantainya keramik. Arcade di sini adalah yang terpanjang di dunia. Tujuannya supaya aktivitas jual-beli tetap berlangsung, berjalan menjadi teduh, terlindung dari panas dan hujan. Namun, sinar matahari menjadi terhalang, lantai arcade terlihat kotor, lembab, becek kalau hujan. Gedung-gedung tua di sini, selain apartemen dan toko, banyak adalah gereja. Semua berdempetan tinggi, hanya menyisakan jalanan sempit yang kadang berupa gang tanpa trotoar. Kota menjadi penuh sekali. Menurut saya, Bologna tampak muram dan horor, terlebih kalau hari gelap. Pengap karena tidak ada pohon dan lahan untuk rumput-rumputan. Anjing dengan seenaknya pipis dan ee di lantai dan pilar, menabung bau dan jijik di mana-mana. Tempat sampah besar juga ada banyak di pinggir jalan, beberapa di sekitarnya berceceran, sama sekali tidak indah.

dari depan Due Torri

Bologna, sebagai bagian dari negara Italia yang terkenal mungkin sebegitu menarik untuk didatangi "imigran" mencari peruntungan. Sekian banyak toko kelontong, semua penjualnya ternyata orang India. Pedagang asong di sudut-sudut jalan kebanyakan orang negro. Pendatang lain adalah pelajar dan banyak sekali turis. Segerombolan bule membawa peta menjadi biasa. Segerombolan alay berdandan boyband pasti dari Asia Timur. Segerombolan lain orang Amerika Selatan. Segerombolan lagi mengobrol dengan bahasa Indonesia.

Banyak pendatang juga menjadi pengemis, pun mengganggu keindahan Bologna. Sebagian adalah pria bule yang sangat sehat. Sisanya banyak dari Rumania, perempuannya biasanya berkerudung bunga-bunga. Kata teman papa yang Rumanian, mereka gipsy. They're from Rumania but not Rumanian. Gipsy menjadi kaum pendatang di banyak negara di eropa untuk mengemis dan mengamen, membuat Rumanian merasa dicemarkan nama baiknya.

di Piazza Maggiore yang berkumpul turis dan imigran

25 hari di Bologna, tentu saja kami senang sekali. 25 hari berjalan-jalan di arcade, menyusuri terakota yang berhenti di dua menara. 25 hari yang karena sudah berada di pusat kota, bingung harus ke mana lagi. 25 hari malah saya habiskan tidur-tiduran depan tv berbahasa Italia. Kapan-kapan saya pengen ke Bologna lagi. Eh ngga ding, pengen ke tempat lain saja, ke negeri menara yang berbeda lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar