Senin, 19 September 2011

Jodoh di Tangan Tuhan

Ingat quote dari Mario Teguh. Jodoh itu di tangan Tuhan. Kalau kita tidak mengambilnya akan tetap berada di tanganNya.

Dan mekanisme jodoh itu juga rahasia Tuhan. Betapa banyak skenario drama cinta manusia. Semuanya menarik, seru, romantis, mengharu biru. Subhanallah.

Salah satu skenario romantis Tuhan itu dialami teman saya. Sebut saja namanya Bunga, ngeceng cowo cool nan pinter, sebut saja NF, yang kepintarannya mendadak tersohor ke seantero sekolah tiga bulan menjelang UN. Konon NF ini sakti membuat teman-teman yang bego jadi dapet nilai ulangan fisika dan matematika di atas 100. Maka, Bunga suka pura-pura belajar demi setiap hari bareng NF. Meskipun menurut saya Bunga ini jomplang kl jalan bareng NF (hehe maaf ya) namun Tuhan merestui bertahun-tahun perjuangan cinta Bunga. Keduanya berjodoh, menikah dengan bahagia.

Skenario yang lain dialami Budi - bukan nama sebenarnya, ngeceng dan pacaran berkali-kali belum juga menemukan kekasih hatinya. Selama itu Budi ga sadar kalau sahabatnyalah yang paling cocok, paling mengerti dirinya. Maka, tidak berlama-lama lagi Budi menikah dengan sahabatnya, jodoh yang ternyata dekat dengannya.

Sedangkan skenario Tuhan untuk sahabat saya, namanya disamarkan menjadi Shizuka, adalah jadian sama Nobita. Jaman dulu saya suka menggosipkan mereka, sama-sama berisik, sama-sama konyol. Dan kemarin lusa Shizuka itu kirim email, katanya akan menikah. Kejutan yang buat saya terharu, gembira, sesuatu-banget. Berasa saya yang akan menikah (lagi). Saya sudah lupa gimana perasaan saya waktu itu. Seneng-stres-sedih.


Saya berharap boleh ikutan mempersiapkan pernikahan mereka. Saya pengen mengulang seru dan ribetnya detail-detail itu. Saya doakan juga semoga lancar-lancar semuanya. Niat baik pasti akan dikabulkan.

Ya saya sangat percaya bahwa jodoh di tangan Tuhan. Tetapi seperti kata Papa, kita sendiri juga yang seolah memilih dan menentukan jodoh kita. Jadi, kawan berjuanglah untuk cinta!

Flu, Demam, dan Bintik Merah Bayi Hilmi

Jumat 9 September Dede Hilmi masih main seperti biasa, tidur siang seperti biasa, dan bangun dengan badan yang hangat, saya pikir biasa juga. Kemarin-kemarin badan Dede memang sering hangat kalau bangun tidur dan akan kembali normal dengan sendirinya. Maka Dede mandi.

Menjelang magrib badan Dede malah panas, walaupun Dede tetep main. Karena Dede memang aktif sekali. Namun sampai malam, tengah malam, Dede masih juga demam. Kasian, tidurnya ga nyenyak, marurung, sesekali batuk dan hidungnya mampet. Saya pun berikan parasetamol. Lumayan panasnya sedikit berkurang.

Keesokan hari saya beli obat flu sirup di apotek. Meski Dede sudah tidak demam dan kembali aktif, saya minumkan saja obatnya.

Sabtu malam demam De Hilmi menjadi parah. Dede sama sekali ga bisa tidur, lemes banget, matanya, mukanya, merah semua. Jam 9 lewat Nene datengin dokter tetangga deket rumah yang ternyata udah tidur dan ga mau diganggu. Jadilah kami ke bidan. Ibu bidan ini ga punya obat turun panas, malah saya dimarahin "makanya kalau anak sakit harus cepet2 bawa ke dokter". Saya inget waktu Dede 5 bulan pernah demam dan flu, dikasi obat flu sirup langsung sembuh. Jadi saya pikir sekarang Dede juga bakal cepet sembuh. Ibu bidan itu bilang Dede ga apa-apa tapi besok harus dibawa ke dokter. Ya sudah, kami pulang.

Di rumah Dede tak kunjung tidur. Kami sudah mengompresnya, memijit pake bawang, meminumkan parasetamol lagi. Nene menggendongnya sambil bersolawat. Dede tetap marurung. Sesekali Dede minta nenen, berharap ngantuk. Tapi karena sakit akhirnya Dede cuma guling-guling. Beneran sedih liatnya.

Tengah malem Dede mau nenen, tapi malah berubah menjerit keras. Matanya ketakutan dan terus nangis. Saya dan Nene panik. Terlintas pikiran-pikiran mistis. Saya pun gendong Dede, peluk sekenceng-kencengnya. Dede malah makin menjerit-jerit. Saya nangis juga, bingung, takut. Saya takut Dede kejang walau demamnya sudah turun jauh dibanding sebelumnya. Rumah sakit juga jauh dan sekarang jam dua dini hari. Kami cuma bisa berdoa. Saya sangat berharap ada Papa.

Dede minum parasetamol lagi. 20 menit tangis Dede mereda. 10 menit kemudian tertidur masih digendong saya. Satu jam, lalu kebangun. Baru setelahnya Dede mau nenen dan tidur hingga pagi.

Bangun jam 7 Dede langsung dibawa ke dokter deket rumah. Sebenarnya saya kurang cocok dengan dokter ini, tetapi mudahmudahan Dede berbeda. Dede dikasi obat flu, antibiotik amoxilin, dan vitamin. Mainstream. Namun saya minumkan. Pagi siang dede mulai main kembali. Sempet skype-an sama Papa. Dede udah sembuh.

lagi skype, menunjukkan pada Papa, Dede udah sembuh

Ternyata sore Dede demam lagi. Saya panik, mengingat kejadian semalam dan membaca beberapa artikel tentang step/kejang. Walau gejalanya banyak berlainan dengan yang dialami Dede, tetap khawatir. Step pada bayi sangat berbahaya, bisa menyebabkan kerusakan syaraf, bisa gangguan mental, bahkan kematian. Betapa saya adalah ibu yang bodoh tidak bisa menjaga Dede dengan baik.

Sesuai anjuran kaka ipar yang perawat, Dede dikompres lagi, beli byebyef*v*r yang mahal tapi ga bisa nempel di kepala Dede. Demam Dede belum juga turun. Semalaman Dede ga bisa tidur, sementara laptop menyala memutar Al-Quran digital. Di kepala saya terbayang terus jeritan-jeritan Dede kemarin malam. Saya sungguh-sungguh paranoid.

Senin pagi Dede masih sedikit demam. Meskipun harus menempuh perjalanan dengan motor 20 menit, kami memutuskan pergi ke dokter anak. Waktu Dede 3 bulan, pernah sekali ke dokter itu dan dinyatakan sehat. Baru masuk ruangan dokternya, demam Dede langsung menghilang. Sang dokter cuma ketawa dan bilang Dede aktif sekali. Dede dikasi satu obat puyer. Bianyanya lumayan mahal, tapi sebandinglah. Auranya saja sudah mustajab menyembuhkan demam Dede seketika.

Malam Dede bobo nyenyak. Alhamdulillah.

Paginya saya kaget. Perut dan punggung Dede penuh bercak merah. Apa karena Dede ga mandi 4 hari? Atau obat baru itu bikin alergi? Atau jangan-jangan campak?

Saya tanya mbah Google. Banyak artikel menyatakan bintik-bintik merah itu gapapa selama bayi ga demam. Pagi besoknya muncul sedikit bintik-bintik di kaki, leher, dan muka Dede, tapi sorenya sudah hilang. Dua hari bintik-bintik di perut dan punggung Dede juga hilang, hanya sisa merah-merah di pipi, jadi tampak pake blush on.

Sekarang Dede udah sembuh, udah main dan aktif lagi ngelilingin rumah. Mudah-mudahan Dede sehat terus. Amin.

(update) Ternyata Dede sakit roseola. Berbeda dengan campak yang muncul bintik-bintik merah bersamaan dengan demam, pada roseola bintik-bintik merah baru muncul setelah demam reda. Keduanya, roseola dan campak, sama disertai demam sangat tinggi.

Senin, 05 September 2011

membuat paspor

Seandainya bikin paspor bisa semudah bikin KTP, tinggal minta surat keterangan dari RT RW, dateng ke kelurahan, bayar 15 ribu, ga pake ngantri,,

Nyatanya membuat paspor itu ribet, terlebih buat saya yang juga harus membuat paspor untuk de Hilmi yang masih bayi. Kalau gamau ribet siy ada opsi melalui biro jasa a.k.a calo. Tapi harganya akan melambung dua kali lipat. Maka buat saya sang pekerja serabutan yang gajinya ditangguhkan mulu, tentu akan memilih opsi pertama. he.

Berikut share pengalaman membuat paspor di kantor imigrasi kelas I Bandung, Jalan Surapati no 82 Bandung.

Senangnya Ada Bayi

Entah ada sindrom apa dalam diri saya ini. Saya tidak suka keramaian. Ketika orang berbondong-bondong mendatangi pensi paling keren sekota Bandung, saya yang punya tiket backstage malah curi-curi buat pulang dari siang. Saya juga grogi ketemu banyak orang, apalagi kalau harus berorasi nawarin produk MLM. Saya cuma pengen orang-orang tau saya baik, pinter, gemar sodakoh dan suka membantu nene menyebrang jalan, hehe, tapi biar aja saya ga keliatan, invisible.

Sabtu, 03 September 2011

untuk lima cahaya bintangku


berkubur sebelum malam menjelang.
tak lagi melihatmu, bintang.
cahaya pertama yang mengantarku menemukan bahagia.
janji, mimpi, dan sediamu berbagi.

kini tersiksa sungguh kehilanganmu, merindumu.
tapi aku semakin gelap, semakin jauh menggapai langitmu..

maaf jika telah bersalah padamu.
maaf karena aku ga bisa menyala sesempurnamu.
hanya berharap setiap hari tak terganti, tak sesepi ini,
berharap masih menyisakan satu rasi mu menulis namaku.

..karena aku pun tak akan berhenti mencintaimu, bintang..

28.06.2009

merindu hujan

papa. masih ingat setiap rintik yang hujani kita? 
kebersamaan yang kuyup, bermalam-malam dalam banjir. 
sudah lama langit tak turunkannya lagi. 
hanya matahari bertambah terik, panas.
oh betapa merindu hujan. merindu papa..

banjir yang sering menyesatkan kita sampai jauh malam.