Kamis, 23 Februari 2012

Winter dan Bentol-bentol

Sebelumnya buat saya, salju itu menakjubkan, dan winter itu seromantis film-film Hollywood. Namun, mengalaminya sendiri ternyata berbeda. Pantas saja orang-orang Eropa begitu cinta pada summer. Saya juga. Betapa saya beruntung hidup di negeri tropis, walau jadinya ga sekeren orang bule. Hehe. Saya tetap lebih suka sejuk dan hangatnya berada di Bandung.

Di sini kulit saya mungkin paling banyak menanggung derita. Hari-hari awal saya di Poland, kulit tangan sudah mengelupas, sakit kalau kena air, berasa kebakar. Saya harus pakai sarung tangan saat cuci piring, atau jangan kena air yang terlalu hangat, atau mending pakai air dingin sekalian, daripada perih dan luka-luka.

Udara winter memang kering sekali. Kalau membuka roti dan membiarkannya sebentar saja akan berubah menjadi bagelen. Jemuran basah pun dalam beberapa jam di ruangan bisa langsung diangkat, kering. Saya juga terpaksa merelakan kulit rusak pecah-pecah. Karena kebiasaan saya yang sulit berubah, malas losion-an.

Minggu lalu saya ada beberapa bentol kecil di kaki. Gatal, saya garuk. Kurang dari sehari bentol itu sudah menyebar, kaki saya merah-merah semua. Menjadi semakin gatal, semakin saya garuk. Jadilah sebadanan saya penuh bentol. Jelek banget. Saya merasa gatal luar biasa.

Malam-malam kami ke apteka, cari losion yang bisa meredakan gatal ini. Kami beli Lipikar Balsam. Saya gunakan losion itu di seluruh badan, sehari dua kali: setelah mandi pagi dan sebelum tidur malam. Sampai dua hari gatalnya belum berhenti tapi kumpulan bentol pink di kaki saya mulai memudar. Butuh seminggu untuk bentol di sebadanan sembuh.

Lipikar Balsam yang harganya lumayan mahal.

Setelah bentol-bentolnya membaik, saya males losion-an lagi. Kadang di kaki dan tangan muncul bentol kecil lagi, gatal. Penanggulangannya sebenarnya cuma satu, jangan digaruk. Sekali digaruk, apalagi dengan membabi buta, pasti gatalnya menyebar dan akan bentol-bentol lagi sebadanan. Dan buat saya, derita itu terjadi ketika sangat-sangat kegatelan tapi ga boleh digaruk. Aargh nyebelin.

Saya ga suka winter!!

Selasa, 07 Februari 2012

Memasak

"Karena saya ga bisa masak, saya mau menikah sama cowo yang jago masak."

Beruntungnya doa saya itu dikabulkan. Papa jauh lebih bisa masak dibanding saya. Sedangkan kemampuan masak saya ya masih segini-segini saja.

Sekali waktu saya hanya punya brokoli dan kol. Saya tumislah keduanya, dengan bumbu seadanya ala eropa. Dalam masakan itu, kol adalah elemen pengganggu. Jadilah kami pilih-pilih brokolinya saja. Semua kol dibuang. Maka, ketika saya akan memasak lagi, saya bertekad untuk memasak pure brokoli. Kalau di capcay lengkap pun, bukankah brokoli yang paling enak? Jreng jreng. Inilah masakan spesial " steamed broccoli". Dan saya perlu tiga gelas teh manis untuk melupakan enegnya.


Masakan kedua adalah ayam goreng. Sederhana. Kecuali karena saya harus memasak dengan Dede yang menangis, yang suaranya sangat mungkin mengganggu tetangga-tetangga. Dede menarik-narik celana saya, memaksa berhenti, berganti saya marah-marah, dan Dede semakin menjerit. Argh! Ayam goreng saya pun harus menderita gosong dan keasinan.



Rekor masakan paling ga enak adalah mashed potato. Udah ga enak, buruk rupa pula. Dede yang makan sesendok langsung muntah. Tapi sayang sudah menyia-nyiakan milk butter, mozarella, dan mleko, saya pun dengan sangat terpaksa memakannya. Terlanjur aneh rasanya, saya tambahkan bumbu pecel. Ternyata pedas saja tak sanggup menyamarkan rasa mual saat menelannya. Akhirnya saya relakan sisanya dibuang. Hoek!


Jadilah masakan saya bertahan pada ikan asap dan sayur bayam. Walaupun kian hari kian membosankan, menu ini paling aman. Dengan aibi sulit menemukan daging halal, mahalnya ikan segar, dan tidak tersedianya bumbu-bumbu seperti di Indonesia.

Saya menjadi semakin depresi memasak. Senang jika ada banyak waktu papa ikutan memasak. Kalau ternyata ga enak tinggal bilang, kan papa yang masak. Hehe.

Selalu Bersama Dede

Di sini saya akan selalu sama-sama Dede. Kalau weekend kami mungkin jalan-jalan bareng papa, atau bermalas-malas di rumah dan Dede akan mengganggu main game papa. Kalau weekdays, papa ke kampus, pagi sampai sore. Maka saya harus berdua saja dengan Dede. Karena winter yang sangat dingin, kami pun berkubur terus dalam flat, sesekali melihat ke luar melalui jendela. Kami sering melihat salju turun, kadang saya pungut untuk mainan Dede hingga mencair di telapak tangan kecilnya. Dede ketawa. Di luar dapur juga ada pohon besar yang meranggas, banyak burung terbang dan bertengger di situ. Beberapa burung mengambil remah roti yang sengaja papa simpan di luar jendela. Di depan flat kami ada jalur kereta, Dede senang melihat kereta lewat, dan mobil-mobil yang melintas cepat di jalan.

Pemandangan dari jendela, setelah salju reda.

Dede selalu membuat rumah berantakan. Membuka lemari dan mengeluarkan semua benda di dalamnya. Mengacak-ngacak laci, sepatu, dan baju-baju kotor di mesin cuci. Menumpahkan air. Meremukkan biskuit dan coklat. Bagian tersulit, Dede ga bisa ditinggal dan jarang bobo. Kalau sekali Dede bobo, saya harus sigap memasak, mencuci piring, menyapu kamar, buru-buru mandi, makan, dan solat. Kalau lama Dede belum bobo juga dan perut saya sudah krubuk-krubuk, ya saya harus makan sambil rela nasi saya diacak-acak, sendoknya dilempar, atau dede nangis karena saya tidak acuhkan. Bahkan saya pernah di toilet dengan Dede yang mau terus bermain di sebelah. Kasian Dede pasti kebauan :D

Sekarang Dede sudah lebih dari setahun. Sudah lama hobi mengeluarkan barang-barang; mengeluarkan semua kerupuk dari dalam toples, mengeluarkan kartu-kartu dari dompet, mengeluarkan buku-buku dari tas papa, mengeluarkan baju-baju dari lemari. Sekarang Dede mulai bisa memasukkan kembali barang-barang itu. Setelah disortir dan ternyata ga nemu yang menarik, biasanya Dede memasukkan beberapa ke tempatnya semula. Barusan, setelah mengeluarkan pakaian kotornya dari mesin cuci, dede memasukkannya kembali. Baiknya, Dede juga memasukkan  keset, lap kaki, dan lap piring ke dalam mesin cuci. Lap kotor dan jelek gini masa digabung sama baju Dede?

memasukkan lap kuning ke dalam mesin cuci.

Di sini saya akan selalu sama-sama Dede. Tak akan bosan untuk bermain, berantakan, dan membereskan rumah sama-sama.

Rabu, 01 Februari 2012

Cerita Pertama di Warsaw

Ini hari ke-13 saya di Warsaw (31012012 2157 GMT+1). Setelah perjalanan Soekarno Hatta - Chopin lebih dari 22 jam. Setelah begitu sulit membujuk Dede yang cape, bosen, ga nyaman di pesawat. Setelah menjadi lebih sulit harus berpisah jalan dengan teman. Hanya berdua Dede dari Munich. Repot mencari bagasi. Tersesat di bandara. Ponsel lowbatt, tanpa sinyal, tanpa akses internet, tanpa punya sepeserpun zloty. "Papa di mana?"

Ini hari ke-13 saya di Warsaw. Telah 13 hari pula berkumpul bertiga lagi. Seneeeeng banget akhirnya bisa bertemu papa. Seneeeeng banget. Saya ga mimpi kan menginjak Eropa? Di sini beneran ada winter, dingiiin. Merasakan banyak butiran salju jatuh di muka saya. Beli boots. Dengan supermarket yang menjual macam-macam roti, macam-macam keju, yogurt, kefir, sosis besar, dan ada banyak daging rusa, dan kuda. Vending machine. Tram. Metro. Serta, tahukah kamu, di sekitar saya bule-bule secakep Orlando Bloom, secantik Amanda Bynes... Ya, cukup. Paragraf ini menunjukkan betapa kampungnya saya. Haha. Tak apalah.



Ini hari ke-13 saya di Warsaw. Mungkin saya mulai mengalami winter blues -apapun artinya, pokonya saya ga suka musim dingin. Karena nyatanya ga seromantis di film-film, musim dingin itu sangat kering dan tentu saja sangat sangat dingin. Saya yang ga pernah pake losion pelembab, meranalah. Kulit bersisik, telapak tangan kaku, muka mengelupas, dan senyum membawa luka, karena bibir yang berdarah-darah. Semakin banyak alasan buat bermalas-malas di dalam rumah. Meskipun ada mesin pemanas, ruangan masih saja berasa dingin. Apalagi di luar, sampai minus belasan. Perlu baju berlapis yang ribet, kaku, dan berat. Kalau mau pergi, persiapannya lama sekali. Mana Dede ga mau pake topi, ga mau pake syal, ga mau pake jaket, ga mau pake sarung tangan, ga mau pake celana tebel, ga mau pake sepatu, ga mau naik kereta bayi. Padahal anak-anak di sini didorong di kereta bayi semua, ga ada yang digendong. Jadilah Dede nangis sepanjang jalan. Terakhir Dede malah sakit, ke klinik, dan langsung dirujuk ke rumah sakit. Sedih. Mudah-mudahan Dede cepet sembuh dan beradaptasi.


Ini hari ke-13 saya di Warsaw. Semoga musim semi datang lebih cepat tahun ini. Amin.