Jumat, 27 November 2015

Diagnosis TB

Saya pernah menulis tentang Hilmi yang makannya sedikit, growchartnya yang entah, dan intoleransi laktosa. Bukan tidak berikhtiar, saya konsultasi juga ke DSA. Diresepkan bermacam vitamin, obat cacing, katanya ya mamanya juga kurus kecil (dulu!), ga apa-apa masih normal.

 

Tidak juga membaik. Sampai kapan Hilmi menolak makan bertahun-tahun begini? Lalu Hilmi seolah semakin mengecil semakin anomali. Sementara saya semakin khawatir semakin tertekan.

Alhamdulillah Tuhan menjodohkan kami dengan DSA yang mengarahkan pada banyak pemeriksaan lab. Hasilnya Hilmi tidak ada alergi. Tidak pula mengarah pada defisiensi besi. Meski orang terdekatnya tidak ada penderita TB, sebaiknya Hilmi tetap tes karena kasus TB sangat umum di Indonesia dan menjadi penyebab paling sering anak kurus dan susah makan.

TB itu tuberkulosis, penyakit karena bakteri Mycobacterium  tuberculosis, ditemukan lama sejak tahun 1882 oleh Robert Koch. Walaupun telah dikenal  lama dan telah lama pula ditemukan  obatnya, tetapi sampai saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Diagnosis positif  TB ditegakkan kalau  ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosis pada dahak atau cairan atau jaringan dari tubuh. Jadi, kalau orang dewasa disuruh tes dahak, ketemu bakterinya, maka diagnosis positif TB, selesai. Tapi diagnosis pada anak tidaklah semudah itu karena jumlah bakterinya sedikit dan sulitnya mengambil sampel dahak. Akhirnya, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, kadang karena ditemukannya TB dewasa di  sekitarnya, atau penemuan gejala yang tidak spesifik seperti demam dan batuk yang tidak kunjung sembuh, anoreksia, dan penurunan berat badan.

Di Indonesia, anak dicurigai TB bila  memenuhi minimal 3 dari 10 kriteria berikut: (1) Riwayat kontak erat dengan  penderita TB sputum BTA +. (2) Reaksi  cepat  BCG, yaitu timbul kemerahan di  lokasi suntikan dalam 3-7 hari setelah  pemberian BCG. (3) Berat badan turun  tanpa sebab yang jelas, atau berat  badan  kurang yang tidak  naik dalam 1  bulan  meskipun  sudah  dengan  penanganan gizi  (4) Demam  lama  atau  berulang  tanpa  sebab  jelas. (5) Batuk  lama  lebih  dari  3  minggu. (6) pembesaran  kelenjar  limfe  superfisialis  yang  spesifik. (7) Skrofuloderma, TB pada kelenjar dan kulit. (8) Konjungtivitis fliktenularis. (9) Uji tuberkulin  positif  (>10  mm). (10) Gambaran foto rontgen sugestif TB.

Juga terdapat tambahan kriteria dengan  menggunakan sistem skor. (1) Kontak dengan penderita TB (tidak jelas = 0 poin, hanya laporan keluarga atau kontak dengan penderita yang sudah berobat = 1 poin, kontak dengan penderita TB aktif = 3 poin). (2) Uji Tuberkolin/ Tes Mantoux (negatif = 0 poin, positif = 3). (3) Berat badan anak berdasarkan KMS (dibawah garis merah atau berat badan turun atau tidak naik 2 bulan berturut-turut = 1 poin, secara klinis gizi buruk = 2 poin). (4) Demam tanpa sebab jelas (tidak ada = 0 poin, lebih dari 2 minggu = 1 poin). (5) Batuk berkepanjangan (tidak = 0 poin, 3 minggu = 1 poin). (6) Pembesaran kelenjar di sekitar leher (ukuran lebih dari 1 cm, jumlah lebih dari 1 buah, tidak nyeri saat di tekan = 1 poin) (6) Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut (bila ada pembengkakan = 1 poin). (7) Foto rontgen (normal = 0 poin, suspect = 1 poin). Anak positif TB bila skor lebih dari 6.

Hilmi? Pertama, foto rontgen toraks arah depan dan samping. Pada anak, bakteri TB tidak berlokasi di paru-paru seperti orang dewasa, melainkan di kelenjar getah bening yang berdekatan dengan jantung. Foto hanya dari depan akan sulit mengamati flek karena tertutup bayangan jantung. Sampai sini, kedua hasil rontgen Hilmi dinyatakan suspect TB. Oia, tes harus dilakukan saat kondisi anak sehat. Kalau anak sedang batuk berdahak, foto toraksnya bias terdapat flek juga.

Kedua, tes mantoux. Dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) turunan protein dari bakteri TB ke dalam lapisan atas kulit lengan. Reaksinya akan terbentuk tonjolan kemerahan (indurasi). Makin besar indurasi menunjukkan antibodi yang kuat, berarti tubuh mengenal bakteri TB, berarti positif ada bakteri tersebut. Pengukuran diameter indurasi ini paling baik dilakukan setelah 72 jam, positif jika diameternya lebih dari 10 mm. Pengecualian untuk bayi karena masih banyak dipengaruhi vaksin BCG, atau anak gizi buruk atau HIV karena reaksi tubuhnya lebih lemah.

Hilmi diameter indurasinya 11-12 mm.

Sebagai data pendukung bisa dilakukan pemeriksaan darah, biasanya laju endap darah dan kadar limfosit. Nilai LED dan limfosit yang tinggi di atas normal menunjukkan terjadinya infeksi dalam tubuh, namun tidak spesifik menunjukkan infeksi apa.

Dengan sistem skor tadi, Hilmi sudah dapat 5 poin. Tambahan menurut dokter, Hilmi ada pembesaran kelenjar di sekitar leher, jadi 6 poin. Kesimpulannya, Hilmi positif TB.

Sedih? Banget banget banget. Apalagi kata Ibu DSAnya kemungkinan Hilmi sudah kena TB sebelum ke Polandia, artinya sudah lamaaa sekali seharusnya Hilmi sehat, gemuk, tinggi.
...
*lalu gerimis lagi*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar