Tampilkan postingan dengan label cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Juli 2012

Maafkan saya,

Beralibi bahwa ini cukup manusiawi, akhirnya di manapun juga saya akan merasa ada saja yang kurang nyaman. Terlebih di sini begitu jauh dari keluarga. Di sini saya ga punya teman. Belajar menjadi istri yang membereskan rumah, memasak, menyetrika. Belum senyum dan harum saat papa pulang kerja. Belajar menjadi ibu yang menemani dede main, mengajari makan, dan bertahan atas semua kacau, karena dede masih kecil. Dan saya begitu berantakan. Ke mana harus mengeluh, berbagi, melarikan diri?

Selasa, 03 Juli 2012

Musim Semi Berganti Musim Panas Sekali

Pada musim semi, rumput pun berbunga-bunga..

Taman yang sebelumnya hanya beralas tanah telah berganti hijau. Pohon yang kering, tampak mati, seolah terlahir kembali. Bunga bermekaran warna-warni serupa di film india. Dandelion terbang. Air mancur dan kolam-kolam mulai mengalir. Udara sepanjang hari menjadi lebih hangat, bersahabat.

Kami menanggalkan boots dan jaket tebal, mematikan heater, melihat banyak orang bersepeda. Meski sering hujan, meski kadang suhu jatuh lagi ke angka 10, kadang salju. Saya tetap jatuh cinta pada wangi daun dan kembang musim semi.

Lalu musim panas.

Saya terbakar. Dede juga. Ketika super-sun (matahari yang menurut saya pasti berukuran lebih besar dibanding biasanya) sungguh berada di atas kepala kami. Curangnya lagi, matahari itu telah terbit sempurna pada jam 4, dan baru terbenam lewat jam 21. Lengkap dengan udara teramat panas tanpa sedikitpun angin bersemilir.

I dont understand why Poles really love summer. Orang berlama-lama berbikini, berjemur, berderet-deret. Terutama saat weekend, taman menjadi ramai sekali. Saya mah males. Nemenin Dede sebentar saja sudah cukup membuat saya semakin hitam. Tragisnya ga ada Tje fuk, Ponds, produk whitening apapun. Apakah saya perlu cuci muka dengan norit seperti di iklan?

Belum lagi ini gerah keterlaluan. Berteduh di bawah pohon malah berasa dipanggang, ga ada sejuk-sejuknya sama sekali. Kalau malam Dede tidur juga gelisah, ga nyenyak, kepanasan, sampai bajunya harus dibuka. Mungkin sama seperti di Subang atau Jakarta. "Jah baru segitu doang, di Arab suhunya bisa 50 dan ga ada masalah."


Sesekali langit yang silau tiba-tiba gelap. Seketika hujan deras. Hujan yang juga melempar es sebesar-besar bola bekel. Alhamdulillah kami belum keluar rumah. Selang beberapa menit berhenti. Matahari pun kembali, seakan mendung dan air tak pernah menggantikannya. Panas.

Saya ini memang tidak bersyukur ya. Saat winter mengeluh dingin, saat summer mengeluh lagi. Berdoa saja saya semoga di hari sepanas ini nanti bisa kuat puasa ramadhan 20 jam sebulan. Amiin.

Happy summer!

Selasa, 01 Mei 2012

buat Iyan,

Berasa ga rela mengakui, tapi terlalu nyata. Apalagi setelah begini jauh, terpisah takdir, berbeda jarak. Sapa kita terbatas. Setelah sekian lama, akan semakin lama. Kangen.

Pengen jalan-jalan lagi sama kamu. Bawa keresek gedee banget dari Borma sambil gendong dede. Seharian jalan kaki muterin FO se-Riau dan ga beli apa-apa. Nonton Harry Potter, menyembunyikan bekal makanan murah dari rumah. Bahkan kalau aku telah kehilangan semua teman, kamu masih bisa dibayar dengan donat. Kita ke ciwalk sampai mabok.

Berada di sini yang asing, kamu adalah orang pertama yang terpikirkan. Pengen berbagi cerita banyak sekali. Karena kamu paling tau, dan kita sama. Nyaman buat komentarin baju, sinetron, presiden, harga cabe, hujan, apapun bahkan ga penting. Kini mengingat diskusi malam kita sama mama tentang Rhoma Irama pun begitu ngangenin.

Ah. Waktu telah berganti.

Kapan bisa main bertiga lagi. Mungkin ga akan pernah lagi gantian boncengin mama ke Cicadas. Mungkin ga akan pernah lagi naik damri dan belanja sambil ngambek-ngambek di Kings. Mungkin ga akan pernah lagi makan pizza dengan menyesal karena harganya mahal.

Sekarang pengen liatin kamu sama mama bikin kue. Pengen keripik setan.Pengen lari pagi. Pengen minjem novel. Pengen nitip dede. Pengen ke Pakuhaji. Pengen lebaran. Pengen idul adha. Pengen dan kangen semuanya di rumah.

Oia, kamu kangen aku juga ga? Bilang iya ya, nanti ditraktir cheesecake. Kita makan samasama.



P.S: salam buat mama. kangeeen banget juga.

Jumat, 30 Maret 2012

Bersyukur

Bersyukur menghabiskan setiap detik yang saya punya sama dede, buat dede. Melihat segala lucu dan bertumbuhnya dari waktu ke waktu. Bersyukur juga atas adanya papa, teman buat berbagi, mendengar keluh saya dan menggantinya dengan cinta yang jauh menyenangkan. Bersyukur di ruang kecil ini tak banyak beban yang perlu saya uruskan. Bersyukur untuk semua bahagia dan hampir dua tahun yang teristimewa.

Namun nyatanya saya masih rapuh juga. Ketika papa ga ada dan hari tak sesederhana siklusnya. Kadang sepi. Kadang pengen marah-marah sendiri. Tuhan, mohon jadikan saya perempuan yang kuat dan penyabar, istri yang baik, ibu yang baik..

Di luar flat di sini, saya memang ga punya teman, ga kenal siapa-siapa. Dengan orang Poland yang hampir selalu menyapa, tentu saya terkendala bahasa. Nie mowiÄ™ po polsku, saya tidak bicara bahasa poland.. Maka saya mencoba berteman dengan sesama ibu-ibu Indonesia, semuanya istri dan pegawai kbri. Ternyata terlalu eksklusif. Saya menjadi nerd dan terasing. Jika di Indonesia mudah meratapi fakta ini, saya masih punya orangtua dan saudara buat teman belanja dua hari dua malem sambil mabuk-mabukan, memupus sepi. Berbeda di sini, saya sungguhan alien sendiri.

Ah, saya galau lagi.

Berkubur di rumah pun kadang memuakkan. Kolaborasi mood yang buruk, pekerjaan rumah tak terselesaikan, dan ketidakpekaan membaca dede. Saya meledak! Kalau sudah gitu, kasian dede nangis setelah saya bentak-bentak. Saya cuma peluk dede. Maafin mama ya. Padahal dede baik, selalu baik. Ga ada anak yang nakal, yang ada hanya orang tua yang kurang sabar.

Ya, saya harus banyak lagi belajar menjadi perempuan yang kuat dan penyabar. Saya mau menjadi tough woman behind great men, mendukung cita-cita papa, mendukung cita-cita dede, mewujudkannya sama-sama, dan menjadi alasan mereka bahagia.

Betapa saya seharusnya bersyukur. Bukankah saya sangat beruntung, mempunyai teman-selamanya sebaik papa? Bukankah saya sangat beruntung, ada dede yang selalu mencium saya dan ketawa dengan masih lima giginya? Bukankah saya sangat beruntung, berkesempatan mengalami dingin ekstrimnya Warsaw bahkan rencana jalan-jalan ke negeri-negeri menara? Bukankah saya seharusnya sangat bersyukur?


Tuhan, terima kasih atas rumah kecil saya; papa dan dede. Mohon jadikan saya perempuan yang kuat dan penyabar, istri yang baik, ibu yang baik. Aamiin.

Selasa, 07 Februari 2012

Memasak

"Karena saya ga bisa masak, saya mau menikah sama cowo yang jago masak."

Beruntungnya doa saya itu dikabulkan. Papa jauh lebih bisa masak dibanding saya. Sedangkan kemampuan masak saya ya masih segini-segini saja.

Sekali waktu saya hanya punya brokoli dan kol. Saya tumislah keduanya, dengan bumbu seadanya ala eropa. Dalam masakan itu, kol adalah elemen pengganggu. Jadilah kami pilih-pilih brokolinya saja. Semua kol dibuang. Maka, ketika saya akan memasak lagi, saya bertekad untuk memasak pure brokoli. Kalau di capcay lengkap pun, bukankah brokoli yang paling enak? Jreng jreng. Inilah masakan spesial " steamed broccoli". Dan saya perlu tiga gelas teh manis untuk melupakan enegnya.


Masakan kedua adalah ayam goreng. Sederhana. Kecuali karena saya harus memasak dengan Dede yang menangis, yang suaranya sangat mungkin mengganggu tetangga-tetangga. Dede menarik-narik celana saya, memaksa berhenti, berganti saya marah-marah, dan Dede semakin menjerit. Argh! Ayam goreng saya pun harus menderita gosong dan keasinan.



Rekor masakan paling ga enak adalah mashed potato. Udah ga enak, buruk rupa pula. Dede yang makan sesendok langsung muntah. Tapi sayang sudah menyia-nyiakan milk butter, mozarella, dan mleko, saya pun dengan sangat terpaksa memakannya. Terlanjur aneh rasanya, saya tambahkan bumbu pecel. Ternyata pedas saja tak sanggup menyamarkan rasa mual saat menelannya. Akhirnya saya relakan sisanya dibuang. Hoek!


Jadilah masakan saya bertahan pada ikan asap dan sayur bayam. Walaupun kian hari kian membosankan, menu ini paling aman. Dengan aibi sulit menemukan daging halal, mahalnya ikan segar, dan tidak tersedianya bumbu-bumbu seperti di Indonesia.

Saya menjadi semakin depresi memasak. Senang jika ada banyak waktu papa ikutan memasak. Kalau ternyata ga enak tinggal bilang, kan papa yang masak. Hehe.

Rabu, 28 Desember 2011

Visa (Schengen) Nasional Polandia

Dari banyak persiapan buat ketemu PapaMi di Warsaw, bikin visa adalah hal paling ribet. Mulai dari mengumpulkan dokumen sampai bolak-balik ke Jakarta. Dan saya ga suka Jakarta. Panas, macet, nyasar.. Namun dibandingkan cerita orang yang bikin visa di kedutaan Amerika Serikat yang ditolak berkali-kali, pengalaman saya ini tidaklah seberapa.

Minggu, 20 November 2011

Segelas Jus Sirsak

Musim penghujan. Seperti setahun lalu, pohon sirsak kita berbuah banyak sekali. Seperti setahun lalu, buahnya manis menunggu matang, setengah asam, beberapa jatuh, beberapa membusuk. Namun tidak seperti setahun lalu, tidak ada kamu yang memanjat, melempar sebuah sirsak besar dan sekumpulan semut ke kepala saya. Tidak seperti setahun lalu, yang setiap hari selalu ada kamu, dan selalu ada segelas sirsak, bahkan ketika tak tersisa makanan apa-apa lagi di rumah.


Saya ingin mengirimimu segelas jus sirsak. Kala jingga temani matahari terbenam. Saya ingin kita meminumnya sama-sama, untuk berbagi cerita, mengeluh, merenung, mengkhayal, dan tertawa. Tanpa sadar kamu hampir menelan bijinya. Itu karena saya malas membuangnya satu-satu.

Saya ingin mengirimimu segelas jus sirsak. Melintas benua, dalam senja yang mulai temaram. Saya ingin kamu menghabiskannya, segelas, walau masam karena gulanya tinggal sedikit. Saya akan terus memperhatikan mukamu. Lucu.

Maka, inilah kebersamaan kita, kebahagiaan bagi saya. Tidak perlu menunggu kamu pergi untuk tau kamu selalu di sini. Di hati.


Dan segelas jus sirsak ini, teristimewa buat sang pemilik hati.

Sabtu, 19 November 2011

Roti

Suatu ketika kami sedang beramai-ramai mencotek laporan praktikum.
Saya menuliskan tanggal di laporan. 19 November.
Budi, bukan nama sebenarnya, tiba-tiba kaget. "Jadi hari ini tanggal 19 November?"
Saya ikutan kaget. "Iya. Memang kenapa?"
"Berarti tadi pagi saya makan roti kadaluarsa."
...
Saya speechless.


Kamis, 10 November 2011

Hujan, bagian dua

Saya hanya akan pulang. Karena rumah saya jauh. Karena hari keburu sore. Karena saya malas bermacet-macet. Dan dia mau ikut, mengantar saya pulang. Katanya saya juga sudah mengantarnya ke kantor pos. Saya senang saja, bisa ada teman.

Siang yang cerah telah berganti hujan. Saya tidak membawa payung, tidak pernah berniat. Malah dia bawa payung, meski hanya cukup buatnya sendiri. "Cowo ko bawa payung?" tanya saya. Menurutnya, ga penting kenapa cowo harus risih dengan payung. Bukankan cewe dan cowo sama-sama bisa kehujanan tanpa payung?

Kami pun berlari menerobos hujan. Berdesakan di bawah payung kecilnya.  Deras air membasahi kami juga, bersatu dengan cipratan becek di jalan-jalan berlubang. Kuyup. Kami cuma bisa tertawa.

Buat saya, hujan selalu menyertakan kisah. Kadang mengharukan. Banyak menakjubkan.

Kami naik bis Damri no 9. Penuh. Dia memberikan tempat duduknya buat ibu-ibu, merelakan lebih dari satu jam berdiri. Saya kagum. Ketika banyak bapa-bapa gendut mempertahankan pantatnya, pura-pura tidur, tak menghiraukan nenek-nenek, ibu hamil, atau anak balita yang nangis-nangis kecapean berdiri, ternyata saya punya teman yang baik.

Hujan belum juga reda, memaksa kami berteduh di sini, berdua. Setiap tetes air yang turun mengalirkan cerita. Tentang dia yang menghabiskan seliter susu dan jadi diare sewaktu ujian. Tentang saya yang curious pada kandungan kimiawi ee ayam hingga memakannya. Tentang kami yang sama-sama solat di salman demi air minum gratis. Tentang teman-teman kami. Tentang banyak hal dalam pandangan kami.


Saya mengenalnya lama, beberapa tahun di kelas yang sama, di kelompok praktikum yang sama. Namun daripada curhat, kami lebih sering berdebat. Kadang dia memang menyebalkan..

Kecuali di suatu hari saat hujan. Dia menjaga saya, di bawah payungnya.

panas


based on true story. waktu SMA.

seorang cowo (co): kamu ko ga pake jilbab?
seorang cewe (ce): ga ah. panas.
co: kan lebih panas di neraka..

Senin, 19 September 2011

Jodoh di Tangan Tuhan

Ingat quote dari Mario Teguh. Jodoh itu di tangan Tuhan. Kalau kita tidak mengambilnya akan tetap berada di tanganNya.

Dan mekanisme jodoh itu juga rahasia Tuhan. Betapa banyak skenario drama cinta manusia. Semuanya menarik, seru, romantis, mengharu biru. Subhanallah.

Salah satu skenario romantis Tuhan itu dialami teman saya. Sebut saja namanya Bunga, ngeceng cowo cool nan pinter, sebut saja NF, yang kepintarannya mendadak tersohor ke seantero sekolah tiga bulan menjelang UN. Konon NF ini sakti membuat teman-teman yang bego jadi dapet nilai ulangan fisika dan matematika di atas 100. Maka, Bunga suka pura-pura belajar demi setiap hari bareng NF. Meskipun menurut saya Bunga ini jomplang kl jalan bareng NF (hehe maaf ya) namun Tuhan merestui bertahun-tahun perjuangan cinta Bunga. Keduanya berjodoh, menikah dengan bahagia.

Skenario yang lain dialami Budi - bukan nama sebenarnya, ngeceng dan pacaran berkali-kali belum juga menemukan kekasih hatinya. Selama itu Budi ga sadar kalau sahabatnyalah yang paling cocok, paling mengerti dirinya. Maka, tidak berlama-lama lagi Budi menikah dengan sahabatnya, jodoh yang ternyata dekat dengannya.

Sedangkan skenario Tuhan untuk sahabat saya, namanya disamarkan menjadi Shizuka, adalah jadian sama Nobita. Jaman dulu saya suka menggosipkan mereka, sama-sama berisik, sama-sama konyol. Dan kemarin lusa Shizuka itu kirim email, katanya akan menikah. Kejutan yang buat saya terharu, gembira, sesuatu-banget. Berasa saya yang akan menikah (lagi). Saya sudah lupa gimana perasaan saya waktu itu. Seneng-stres-sedih.


Saya berharap boleh ikutan mempersiapkan pernikahan mereka. Saya pengen mengulang seru dan ribetnya detail-detail itu. Saya doakan juga semoga lancar-lancar semuanya. Niat baik pasti akan dikabulkan.

Ya saya sangat percaya bahwa jodoh di tangan Tuhan. Tetapi seperti kata Papa, kita sendiri juga yang seolah memilih dan menentukan jodoh kita. Jadi, kawan berjuanglah untuk cinta!

Senin, 05 September 2011

membuat paspor

Seandainya bikin paspor bisa semudah bikin KTP, tinggal minta surat keterangan dari RT RW, dateng ke kelurahan, bayar 15 ribu, ga pake ngantri,,

Nyatanya membuat paspor itu ribet, terlebih buat saya yang juga harus membuat paspor untuk de Hilmi yang masih bayi. Kalau gamau ribet siy ada opsi melalui biro jasa a.k.a calo. Tapi harganya akan melambung dua kali lipat. Maka buat saya sang pekerja serabutan yang gajinya ditangguhkan mulu, tentu akan memilih opsi pertama. he.

Berikut share pengalaman membuat paspor di kantor imigrasi kelas I Bandung, Jalan Surapati no 82 Bandung.

Senangnya Ada Bayi

Entah ada sindrom apa dalam diri saya ini. Saya tidak suka keramaian. Ketika orang berbondong-bondong mendatangi pensi paling keren sekota Bandung, saya yang punya tiket backstage malah curi-curi buat pulang dari siang. Saya juga grogi ketemu banyak orang, apalagi kalau harus berorasi nawarin produk MLM. Saya cuma pengen orang-orang tau saya baik, pinter, gemar sodakoh dan suka membantu nene menyebrang jalan, hehe, tapi biar aja saya ga keliatan, invisible.