DST bertujuan hemat energi; memanfaatkan lebih banyak cahaya alami dari matahari sehingga dapat mengurangi pemakaian lampu. Misal pada musim panas matahari terbit jam 4 pagi, dengan dimajukan sejam menjadi jam 5 pagi, orang-orang terpaksa bangun memulai aktivitas karena jam sekolah dan kantor pun berubah lebih awal. Sebab matahari sudah bersinar terang, maka saat bangun tidak perlu menyalakan lampu di rumah juga saat tiba di kantor kemudian. Sama untuk sore harinya. DST diharapkan bisa mengurangi angka kecelakaan lalu lintas karena saat pulang kantor cuaca masih terang. Waktu tidur pun terpaksa dipercepat, misalnya tidur pada jam 9 sebenarnya tanpa DST masih jam 8 sehingga penggunaan lampu bisa dikurangi.
Sedangkan pada musim gugur dan musim dingin, waktu kembali dimundurkan satu jam ke winter time atau waktu normal. Konsep DST ini menjadi “spring forward, fall behind“. Singkatnya begini:
- Pada musim semi dan musim panas diberlakukan DST, waktunya adalah CEST (Central European Summer Time), yaitu GMT+2, berbeda 5 jam dengan waktu Indonesia (WIB/GMT+7).
- Pada musim gugur dan musim dingin waktunya adalah CET (Central European Time), yaitu GMT+1, berbeda 6 jam dengan waktu Indonesia.
Ribet ya, harus menyesuaikan semua jam yang kita punya, dua kali dalam setahun. Belum lagi perubahan DST ini berbeda-beda tiap tahun, berbeda-beda juga tiap negara. Kawasan Eropa memiliki patokan regional bahwa DST dimulai pada dini hari di hari Minggu terakhir bulan Maret dan selesai pada hari Minggu terakhir bulan Oktober. Akan tetapi tetap saja tergantung peraturan negara masing-masing, memulai tepatnya pada tanggal dan jam berapa.
DST di Polandia, belum tentu sama dengan negara lain. http://www.timeanddate.com/worldclock/timezone.html?n=262&syear=2010 |
Konsep ini pun tidak lepas dari kontroversi. Di satu sisi bermanfaat untuk ritel, olahraga, dan kegiatan lain yang mengeksploitasi sinar matahari. Di sisi lain, DST mempersulit ketepatan waktu, mengganggu pertemuan, perjalanan, penagihan, catatan tetap, peralatan medis, alat berat, dan pola tidur. Meskipun kebanyakan sistem komputer mampu menyesuaikan secara otomatis, tetapi hal ini masih rawan kesalahan. Ditambah lagi belum ada penelitian yang bisa membuktikan pengaruh positif DST terhadap tujuan hemat energi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar