Selasa, 01 Mei 2012

Bologna the Red

Bologna is the learned, the fat, the red and the city of towers. Bologna the learned karena Bologna punya universitas tertua di Eropa, bahkan di barat. Bologna the fat karena siapa yang ga tau spageti Bolognese, beraneka makanan dari Bologna adalah terbaik di Italia dan terkenal ke seluruh dunia; pasta tortellini, tortelloni, mortadella, lasagna, pizza, wine, dan hasil pertaniannya yang kaya. Bologna the red karena bangunan-bangunan tua terakota yang menjadikan kota berwarna merah khas, serta secara tidak langsung the red juga menunjukkan sejarah politik di bawah pemerintahan komunis. Bologna the city of towers karena pada abad pertengahan memiliki lebih dari 200 menara, meski kini hanya tersisa 60.

Bologna. Jalan dan arcade.

Kalau Jakarta berpusat di Monas, Bandung di Gasibu, maka pusat Bologna adalah Piazza Maggiore. Di sekitarnya ada monumen-monumen kota. The Basilica of San Petronio, Palazo Dei Notal, Palazo Communale, Palazo Re Enzo, Palazo Del Podesta, Palazo Dei Banchi, serta patung Neptunus yang kontroversial. Semuanya bagus. Sisanya plasa luas, orang-orang berkumpul, foto-foto, makan, belanja, jualan, nongkrong, kalau weekend biasanya ada pertunjukan atau mengamen.

patung Neptunus. jadi kenapa kontroversial?

Simbolisasi Bologna adalah Due Torri atau the Two Towers: Asinelli, menara yang paling tinggi dan Garisenda, menara yang miring. Kalau kamu suka memanjat, boleh mencoba naik sampai puncak menara dan melihat Bologna secara utuh dari atas. Tinggi sekali, saya sih tidak berminat. Di dekat Due Torri terdapat bangunan kuno juga, San Giacomo Maggiore.

Due Torri

Selain itu, Via Santo Stefano merupakan one of the most beautiful streets of the town. Karena apartemen kami di sini, kami melewatinya setiap hari. Sepanjang jalan adalah bangunan kuno terakota, arcade, gereja, dan toko-toko. Ada plasa kecil di depan gereja Santo Stefano, ramai dan wajib dikunjungi buat turis.

Sayangnya saya kurang mengerti seni. Saya ga tau kenapa tata kotanya padat begini. Sama ga ngerti kenapa bangunan-bangunan kuno ini malah tampak kumuh. Kecuali patung Neptunus, itu keren. Tapi apakah saya akan sebulanan memeluknya dan bilang saya betah di Bologna karena ada Neptunus? Saya kira Poland jauh lebih menyenangkan. Dan jika memilih mau tinggal di mana, absolutely Indonesia.

Bologna, dalam 25 Hari

Kali pertama di Bologna sama menariknya dengan Warsaw. Senang ternyata kami tinggal di sini, di Via Santo Stefano, benar-benar di pusat kota. Akan banyak tempat menarik yang dapat kami kunjungi hanya dengan berjalan kaki. Senang karena kami tinggal di apartemen yang rapi, lebih luas dibanding di Filtrowa, mungkin juga lebih luas dibanding rumah kami nun jauh di Bandung coret, dengan barang-barang detail yang lengkap. Senang karena Bologna jauh lebih hangat dari Warsaw. Senang karena Italia lebih heterogen, banyak sekali orang asia, terutama india, dan muslim yang berjilbab. Pada hari pertama kami sudah menemukan toko daging halal dan memang ada banyak. Senangnya.

Namun hari-hari di Bologna ternyata tidak lebih menyenangkan dari Warsaw. Tidak banyak taman di sekitar tempat tinggal kami. Harus berjalan lumayan jauh ke Giardini Margherita, taman kota yang luas buat piknik. Sisanya semuaa toko, berasa kami tinggal di tengah pasar baru. Kami juga tidak banyak bertemu bule-bule seramah orang Warsaw. Oia bule Italia itu mungkin sekeluarga semua sama Valentino Rossi, keriting. Kalau bule Poland rambutnya pada lurus dan relatif lebih cakep, tinggi, proporsional. Di luar itu semua, yang paling tidak menyenangkan bahwa di Itali mahal, sangat mahal.

Bologna katanya one of the most wonderful place in the world. Kota tua yang merepresentasikan Italia abad pertengahan, gothic, renaissance, dan baroque. Jalan di sini tidak diaspal melainkan ditutup semacam batu atau paving blok, seperti di old town Warsaw atau Braga di Bandung. Trotoar adalah arcade; teras gedung, berupa lorong, beratap, dan lantainya keramik. Arcade di sini adalah yang terpanjang di dunia. Tujuannya supaya aktivitas jual-beli tetap berlangsung, berjalan menjadi teduh, terlindung dari panas dan hujan. Namun, sinar matahari menjadi terhalang, lantai arcade terlihat kotor, lembab, becek kalau hujan. Gedung-gedung tua di sini, selain apartemen dan toko, banyak adalah gereja. Semua berdempetan tinggi, hanya menyisakan jalanan sempit yang kadang berupa gang tanpa trotoar. Kota menjadi penuh sekali. Menurut saya, Bologna tampak muram dan horor, terlebih kalau hari gelap. Pengap karena tidak ada pohon dan lahan untuk rumput-rumputan. Anjing dengan seenaknya pipis dan ee di lantai dan pilar, menabung bau dan jijik di mana-mana. Tempat sampah besar juga ada banyak di pinggir jalan, beberapa di sekitarnya berceceran, sama sekali tidak indah.

dari depan Due Torri

Bologna, sebagai bagian dari negara Italia yang terkenal mungkin sebegitu menarik untuk didatangi "imigran" mencari peruntungan. Sekian banyak toko kelontong, semua penjualnya ternyata orang India. Pedagang asong di sudut-sudut jalan kebanyakan orang negro. Pendatang lain adalah pelajar dan banyak sekali turis. Segerombolan bule membawa peta menjadi biasa. Segerombolan alay berdandan boyband pasti dari Asia Timur. Segerombolan lain orang Amerika Selatan. Segerombolan lagi mengobrol dengan bahasa Indonesia.

Banyak pendatang juga menjadi pengemis, pun mengganggu keindahan Bologna. Sebagian adalah pria bule yang sangat sehat. Sisanya banyak dari Rumania, perempuannya biasanya berkerudung bunga-bunga. Kata teman papa yang Rumanian, mereka gipsy. They're from Rumania but not Rumanian. Gipsy menjadi kaum pendatang di banyak negara di eropa untuk mengemis dan mengamen, membuat Rumanian merasa dicemarkan nama baiknya.

di Piazza Maggiore yang berkumpul turis dan imigran

25 hari di Bologna, tentu saja kami senang sekali. 25 hari berjalan-jalan di arcade, menyusuri terakota yang berhenti di dua menara. 25 hari yang karena sudah berada di pusat kota, bingung harus ke mana lagi. 25 hari malah saya habiskan tidur-tiduran depan tv berbahasa Italia. Kapan-kapan saya pengen ke Bologna lagi. Eh ngga ding, pengen ke tempat lain saja, ke negeri menara yang berbeda lagi.

Makanan Halal di Warsaw

Makan apa di Polandia? Yang sudah jelas halal, memasak sendiri ikan, sayur, dan buah. Tetapi ikan harganya mahal, sedikit macamnya, dan tidak banyak yang segar. Sayur dan buah umumnya berharga mahal, kecuali saat panen akhir musim panas, bisa jauh murah. Orang Polandia biasanya makan roti atau kentang, dan daging.

Dede makan spageti
Polandia itu tempatnya daging. Bukan cuma daging sapi dan ayam, banyak toko daging juga menjual daging domba, babi, rusa, kuda, bebek, atau kalkun; potongan daging segar, filet, daging cincang, atau berupa sosis. Sayangnya kami tidak bisa membeli semudah menemukannya. Kami perlu yakin daging yang dijual tidak bercampur atau bersentuhan dengan daging babi. Akan menjadi haram bukan?

Karena jumlah muslim di Polandia sangat sedikit, sangat sulit menemukan toko halal. Kami harus naik dua bus demi menuju satu toko daging halal di Praga. Nama tokonya Le Diplomate, sebelumnya di Meksykanska, sekarang pindah di Atenska. Penjualnya ramah, bisa banyak bahasa. Katanya dagingnya disembelih sendiri; domba, sapi, ayam, ada daging organik juga. Meski tidak terlalu segar dan harga lebih mahal, tetap tak tertandingi, it's the only one, halal. Toko halal lain ada di mesjid, dua dekat Pole Mokotowskie, dan konon beberapa lagi entah di mana. Toko-toko itu tidak menjual daging mentah segar, melainkan daging beku impor yang jauh mahal, selain sosis-sosis halal yang juga mahal. Kami sering beli sosis kaleng dan rasanya enak. 

Kalau sedang jalan-jalan sama Papa saya suka beli kebab. Ini fastfood paling populer di Warsaw, ada banyak sekali layaknya rumah makan padang di Indonesia. Mulai dari  kios tenda di taman -yang sebelahan atau bersebrangan sama-sama menjual kebab-, sampai resto Kebab King. Kecuali kebab Yunani, cari yang penjualnya muslim, serta baca basmalah. Harganya mulai 8 zl untuk ukuran kecil, buat saya sudah kenyang. Kadang beli satu buat bertiga Papa dan Dede, berhemat.

menu di Amrit kebab

Mencari makanan berlabel halal di Warsaw ya sesulit menangkap salju di Padalarang, halah. Maka, identifikasi halal-haram dilakukan sendiri saja, dan selalu bismilah sebelum makan. Jika membeli makanan jadi; es krim, burger, pizza, pastikan yang memasaknya terpisah dengan babi, tidak digoreng dengan lemak hewan, tidak mengandung alkohol, serta lihat ingredients lengkapnya. Kalau ada wieprzowa, smalec, jangan beli.

Hmmm, sedangkan di Indonesia merasa semua produk makanan halal, posedur ini kadang terlewatkan. Banyak restoran Jepang dan bakery meragukan loh, cari logo halal atau tanya dulu penjualnya ya.

buat Iyan,

Berasa ga rela mengakui, tapi terlalu nyata. Apalagi setelah begini jauh, terpisah takdir, berbeda jarak. Sapa kita terbatas. Setelah sekian lama, akan semakin lama. Kangen.

Pengen jalan-jalan lagi sama kamu. Bawa keresek gedee banget dari Borma sambil gendong dede. Seharian jalan kaki muterin FO se-Riau dan ga beli apa-apa. Nonton Harry Potter, menyembunyikan bekal makanan murah dari rumah. Bahkan kalau aku telah kehilangan semua teman, kamu masih bisa dibayar dengan donat. Kita ke ciwalk sampai mabok.

Berada di sini yang asing, kamu adalah orang pertama yang terpikirkan. Pengen berbagi cerita banyak sekali. Karena kamu paling tau, dan kita sama. Nyaman buat komentarin baju, sinetron, presiden, harga cabe, hujan, apapun bahkan ga penting. Kini mengingat diskusi malam kita sama mama tentang Rhoma Irama pun begitu ngangenin.

Ah. Waktu telah berganti.

Kapan bisa main bertiga lagi. Mungkin ga akan pernah lagi gantian boncengin mama ke Cicadas. Mungkin ga akan pernah lagi naik damri dan belanja sambil ngambek-ngambek di Kings. Mungkin ga akan pernah lagi makan pizza dengan menyesal karena harganya mahal.

Sekarang pengen liatin kamu sama mama bikin kue. Pengen keripik setan.Pengen lari pagi. Pengen minjem novel. Pengen nitip dede. Pengen ke Pakuhaji. Pengen lebaran. Pengen idul adha. Pengen dan kangen semuanya di rumah.

Oia, kamu kangen aku juga ga? Bilang iya ya, nanti ditraktir cheesecake. Kita makan samasama.



P.S: salam buat mama. kangeeen banget juga.

KB di Polandia

Kontrasepsi atau KB (Keluarga Berencana) merupakan program pemerintah Indonesia yang karenanya menjadi hal mudah dan biasa. Selain banyak bisa dilakukan di dokter kandungan, bidan, rumah sakit, dan puskesmas, harganya juga relatif terjangkau.

Sebelumnya, saya pengguna KB suntik per 3 bulan. Saya takut IUD dan cukup pelupa kalau harus minum pil setiap hari. Saya juga pernah punya endometriosis sehingga menderita sakit setiap kali menstruasi. KB suntik memungkinkan tidak menstruasi sehingga saya bisa terhindar dari sakit.
Bagi saya, Poland adalah bagian dari benua eropa yang bebas yang ga malu kalau orang berduaan gelendotan dan ciuman di mana pun di tempat umum. Membeli kondom di Poland mungkin akan semudah beli vetcin sasa di warung di Indonesia. Maka saya kira, akan mudah juga eksekusi KB jenis lain di Poland.

Ternyata, KB bukanlah hal umum di Poland. Karena katolik, KB yang diperbolehkan hanya sistem kalender dan kondom. KB, terutama pil, menjadi terlarang karena dianggap sama dengan membunuh janin. Banyak ginekolog tidak akan meresepkan pil karena bertentangan dengan hati nuraninya. Menurut teman, yang saya kenal di Poland cuma satu beliau yang sayangnya sudah pulang ke Jakarta, bahan aktif dalam KB suntik 3 bulan juga tidak terdaftar di Poland.

Saya menjadi takut-takut untuk konsultasi KB ke ginekolog. Apa saya sedang merencanakan pembunuhan juga?

Saya akhirnya diresepkan pil KB untuk masa breastfeeding. Dan benar, di hari ketujuh saya sudah lupa.


Tuhan, mohon maafkan saya yang picik ini. Maafkan saya, bukan ingin menangguhkan rejekiMu. Saya hanya ingin memberikan yang terbaik dulu buat Dede. Tuhan, mohon maafkan saya yang pemalas ini, satu dede saja saya masih berantakan, masih selalu merepotkan papa, masih sering marah-marah. Tuhan, mohon maafkan saya yang bodoh ini, yang melulu belum siap untuk dede kedua, ketiga. Tuhan, mohon maafkan saya lagi. Mungkin nanti saya akan berdoa berbeda, ketika saya pikir Dede tidak akan pernah kembali menjadi Hilmi kecil selucu hari ini.

Jumat, 30 Maret 2012

Bersyukur

Bersyukur menghabiskan setiap detik yang saya punya sama dede, buat dede. Melihat segala lucu dan bertumbuhnya dari waktu ke waktu. Bersyukur juga atas adanya papa, teman buat berbagi, mendengar keluh saya dan menggantinya dengan cinta yang jauh menyenangkan. Bersyukur di ruang kecil ini tak banyak beban yang perlu saya uruskan. Bersyukur untuk semua bahagia dan hampir dua tahun yang teristimewa.

Namun nyatanya saya masih rapuh juga. Ketika papa ga ada dan hari tak sesederhana siklusnya. Kadang sepi. Kadang pengen marah-marah sendiri. Tuhan, mohon jadikan saya perempuan yang kuat dan penyabar, istri yang baik, ibu yang baik..

Di luar flat di sini, saya memang ga punya teman, ga kenal siapa-siapa. Dengan orang Poland yang hampir selalu menyapa, tentu saya terkendala bahasa. Nie mowiÄ™ po polsku, saya tidak bicara bahasa poland.. Maka saya mencoba berteman dengan sesama ibu-ibu Indonesia, semuanya istri dan pegawai kbri. Ternyata terlalu eksklusif. Saya menjadi nerd dan terasing. Jika di Indonesia mudah meratapi fakta ini, saya masih punya orangtua dan saudara buat teman belanja dua hari dua malem sambil mabuk-mabukan, memupus sepi. Berbeda di sini, saya sungguhan alien sendiri.

Ah, saya galau lagi.

Berkubur di rumah pun kadang memuakkan. Kolaborasi mood yang buruk, pekerjaan rumah tak terselesaikan, dan ketidakpekaan membaca dede. Saya meledak! Kalau sudah gitu, kasian dede nangis setelah saya bentak-bentak. Saya cuma peluk dede. Maafin mama ya. Padahal dede baik, selalu baik. Ga ada anak yang nakal, yang ada hanya orang tua yang kurang sabar.

Ya, saya harus banyak lagi belajar menjadi perempuan yang kuat dan penyabar. Saya mau menjadi tough woman behind great men, mendukung cita-cita papa, mendukung cita-cita dede, mewujudkannya sama-sama, dan menjadi alasan mereka bahagia.

Betapa saya seharusnya bersyukur. Bukankah saya sangat beruntung, mempunyai teman-selamanya sebaik papa? Bukankah saya sangat beruntung, ada dede yang selalu mencium saya dan ketawa dengan masih lima giginya? Bukankah saya sangat beruntung, berkesempatan mengalami dingin ekstrimnya Warsaw bahkan rencana jalan-jalan ke negeri-negeri menara? Bukankah saya seharusnya sangat bersyukur?


Tuhan, terima kasih atas rumah kecil saya; papa dan dede. Mohon jadikan saya perempuan yang kuat dan penyabar, istri yang baik, ibu yang baik. Aamiin.

Solilokui Catatan-catatan Saya

Aku adalah catatan sebelum terbit. Seandainya aku punya kepala imajiner, banyak hal menarik berpusar di sana, ide-ide yang berdiskusi, meletup. Sayang menjadi kosong untuk terbaca; hanya berdesakan dalam pikirku, berantakan, mencuat sepenggal, berhenti sebelum menemukan makna. Maka ceritaku akan membingungkan saja. Mereka tidak mengerti, mungkin bilang buang-buang konsentrasi.
Kenapa begitu lambat menyusun kata? Coretan berkonsep berhitung, bahkan revisi berkali-kali. Mencipta alur. Membuat penokohan. Mengganti latar. Namun tetap masih dangkal, masih ambigu, masih tersisa biasa, terlalu datar. Pun setelah lama mencari kesempurnaan, meski berdasar selera sendiri. Ternyata tak berarti sesuatu baginya. Belum seribu.

Sekali ingin belajar sastra, menulis hitam, atau senja. Ah tapi aku menyerah. Toh pemilikku tidur. Apa dikira mimpi terwujud tanpa berjuang?

Rabu, 14 Maret 2012

Mall dan Taman

Setiap kota di Indonesia pasti punya mall-mall besar dan mewah. Sudah banyak, masih juga rajin menggusur pemukiman dan lahan hijau. Jalan semakin macet, masyarakat semakin konsumtif, semakin ga ada pilihan rekreasi, semakin depresi buat yang hobi window shopping tapi ga sanggup beli (untuk poin terakhir, saya ngacung).

Berbeda, mall di sini tidak banyak dan tidak besar. Luasnya mungkin hampir sama dengan BIP (Bandung Indah Plaza), dengan satu supermarket, foodcourt, dan tidak selalu ada bioskopnya. Kalah jauh sama jakarta yang punya mall kelapa gading, entah butuh berapa hari supaya beres ditelusuri, yang jarak berapa ratus meter udah ada mall lain lagi, ada Arta Gading, ada MOI, ITC..

Zlote Tarasy, mall di pusat kota Warsaw.

Sebagai gantinya, di sini ada banyak taman, lapangan olahraga, dan area publik. Menurut saya, ini jauh lebih baik dibanding mall. Mengurangi polusi, mengurangi gaya hidup konsumtif, banyak pilihan rekreasi yang murah, nyaman, dan sehat, serta bisa mengurangi depresi, galau, bahkan kriminalitas.

Beruntungnya, di belakang flat kami ada taman, skwer Sue Ryder, diambil dari nama seorang Inggris yang membuat organisasi amal untuk kanker setelah perang dunia kedua di Polandia. Taman ini lumayan luas dan ada playground tempat bermain anak-anak. Setiap saat selalu ada orang berlama-lama di taman ini, terlebih kalau cuaca sedang cerah. Pemandangan paling umum adalah anjing-anjing yang berlarian, burung-burung yang banyak dapat remah roti, ibu-ibu yang mendorong stroller, anak-anak yang main di playground, kakek nenek yang berkeliling berpegangan tangan dengan romantis, satu dua anak muda yang duduk baca buku, pada musim salju banyak orang membuat snowman dan istana yang bagus-bagus. Kalau malam, lampu-lampu taman cukup membuat terang, masih tampak anjing-anjing yang digembalakan, kadang ada gelandangan, dan ketika weekend berkumpul anak muda minum-minum, sama sekali tanpa suasana mistis hantu kuntilanak ngesot atau pocong keramas.

skwer Sue Ryder dengan sisa-sisa salju

Dede suka sekali main di taman. Sewaktu masih bersalju, kami membuat boneka salju yang karena pertama kali ya hasilnya belum cukup bagus. Dede suka mengejar anjing yang kalau anjingnya sudah mendekat minta dielus, saya bilang ga boleh. Dede mengejar burung yang sampai kapan juga tidak akan berhasil. Sekali Dede cape, hanya duduk melihat orang-orang lewat. Kemudian berdiri lagi, mengelilingi tempat sampah berulang-ulang. Di playground Dede paling suka main pelosotan. Dan bisa lamaaa sekali main pasir. Terus ga mau pulang. Padahal hidung, pipi, dan jarinya sudah merah kedinginan.

Dede suka membuat boneka salju dan main pasir.

Seandainya nanti di belakang rumah di Indonesia juga ada taman senyaman di sini..


Senin, 12 Maret 2012

Masyarakat Kota = Individualis ??

Sebagai cewe gaul Bandung, saya sering menggunakan bus Damri, bus Madona trayek Cililin - Cileunyi, atau KRD (Kereta Rel Diesel) bareng karung-karung sayur dan sebelahan sama kambing. Transportasi massal tersebut benar-benar "massal"; sesak, panas, pegel, ga karuan, membuat penumpang saling berkompetisi rebutan tempat duduk. Maka, mencari tempat lebih sejuk adalah pilihan tepat: gelantungan di pintu bus atau tiduran di atap gerbong, dengan bonus bebas ditagih ongkos.

ini Damri dan KRD di Bandung

Jadi ingat doktrin ppkn waktu SD, bahwa karakteristik masyarakat kota adalah individualis, tidak saling tolong-menolong. Artinya, kalau pengen dibilang orang kota ya harus individualis, termasuk di kendaraan umum. Sering saya melihat nenek tua, ibu hamil yang usia hamilnya pasti lebih dari 7 bulan, bayi dan balita yang digendong, ikut berdesak-desakan masuk pintu bus atau kereta, ga ada yang berinisiatif mempersilakan mereka duluan. Belum lagi mereka harus berdiri sepanjang jalan, bertahan dalam bus yang ugal-ugalan karena ga ada yang bersedia beramal ngasi tempat duduk, malah pura-pura tidur. Miris. Orang Indonesia yang katanya berbudi pekerti luhur ternyata hanya cerita legenda belaka.

Di eropa sini, di ibukota, yang semua orangnya sudah jelas adalah masyarakat kota justru jauh lebih baik.

  • orang Poland itu ramah. Meski dalam hal ini ramah tidak didefinisikan dengan murah senyum. Jika di bank, di cafe, di kasir, di manapun di Indonesia standard operating procedure-nya harus senyum, di Poland semuanya akan tampak cemberut. Di sini orang baik-baik itu menjalankan tugas dengan muka serius, karena ekstrimnya yang suka senyum-senyum itu pemabuk. Namun, karena saya kemanapun selalu sama Dede, tiap ketemu orang Poland pasti mereka senyum, godain Dede, menyapa. Walau saya orang asing yang akhirnya saling berbahasa isyarat.
  • selalu diberi tempat duduk. Setiap naik bus, tram, atau metro, sepadat apapun, orang pertama yang melihat Dede pasti cepat menawarkan tempat duduk. Bahkan pernah yang menawarkan tempat duduknya adalah nenek-nenek. Jadi malu. Di sini kakek-nenek masih aktif dan kuat jalan-jalan sendiri, termasuk saat suhu minus 20-an, serta mereka berjalan lebih cepat dari saya. 
ini bus dan tram di Warsaw


  • tawaran membawakan barang. Saya dan papa pernah belanja banyak, digotong berdua, dan terlihat rempong. Kami ditawarkan bantuan oleh seorang anak muda. Hehe. Kami juga masih muda siy, seharusnya masih kuat, jadi kami menolak. Saya terharu lagi. Selama saya hidup, berapa kali saya melihat orang kerepotan membawa banyak belanjaan, sekali pun saya belum pernah kepikiran buat menawarkan bantuan. Sekarang Tuhan menunjukkan betapa berharganya menawarkan bantuan, sekecil apapun.
  • hal-hal kecil lainnya. Beberapa kali sepatu dede lepas, syalnya jatuh, dan topinya ketinggalan. Tiket saya juga pernah terbalik jadi ga bisa masuk stasiun metro. Selalu ada yang membantu kami yang membuat saya menyimpulkan kalau orang Poland itu baik dan mengajarkan indahnya berbagi kebaikan.

Sesuai diskusi saya dan papa, seharusnya ada revisi di buku SD kami, atau memang sudah? Individualis - sosialis itu bukan karakteristik masyarakat kota - desa, tapi bergantung pribadi masing-masing. Kalau kita senang bersama orang-orang baik, mulailah menjadi pribadi yang baik, dari diri sendiri.