Rabu, 03 April 2013

a very long long looong winter

Sejujurnya saya pengeen gitu menulis full berbahasa Inggris. Pasti tampak keren ya, menunjukkan penulisnya adalah cendikiawan sejati. Hoho. Apalah daya, penguasaan berbahasa Inggris saya berbanding lurus dengan bakat-bakat terpendam saya yang lain: mengaji, menanam bunga, balap karung, dan membaca not balok. Semuanya jeblok.

Baiklah, saya tidak akan membahas mengapa bakat-bakat saya tersebut terpendam terlalu dalam, sampai tidak bisa diselamatkan lagi. Saya juga memutuskan untuk hanya menulis dalam bahasa Indonesia, tidak dalam bahasa Inggris atau bahasa lain. Kecuali kalau suatu hari nanti saya mahir berbahasa Swahili. Kemudian saya akan belajar menari Afrika juga, *mulai melantur*.

Jumat, 15 Maret 2013

Kartu Pos Kedua

Senaaang! Kartu pos dari Pea sudah sampai dengan selamat. Mungkin baru tadi pagi, atau entah sejak hari kapan. Saya jarang buka kotak surat siy. Isinya selalu cuma penuh iklan delivery pizza. Eh, betul kan Pea, walaupun alamat saya sangat singkat, tapi lokasi ini very very famous, apalagi di kalangan bapak tukang pos. Maka, meski menempuh jarak jauh, kartu pos saya paling duluan sampai bukan? Hehehe.

Ternyata Petronas! Mengira akan mendapat gambar Upin Ipin atau Pangeran Kelantan *Manohara apa kabar ya? :p



Tentang Pea, saya tulis di sini.

Jadi ya, saya itu udah ga suka Ariel, setelah karena video-video porno beliau tentu saja. Dede pun ga akan saya ajari lagu Noah, tidak juga coboy junior, atau smash. Namun demi persahabatan, saya sekali lagi akan mendoakan semoga Pea dan Morgan jadian. Amin.

Oia, saya masih punya satu kartu pos lagi loh.

Jumat, 08 Maret 2013

Cukuplah Allah menjadi Penolong Kami


Barusan sekali saya baca tulisannya Tere Liye. Like lagi!

Mengingat kembali kisah Nabi Ibrahim yang akan dibakar hidup-hidup. Peliknya pengepungan peperangan pada masa Rasulullah. Serta kesulitan fitnah yang menimpa Aisyah RA. Ketika itu orang-orang saleh tersebut berdoa. Dengan hasballah. 


حَسْبُنَا اللّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ  نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ



Hasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal maula wa ni'mal natsir. Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.

Kekuatan doa itu terbukti melebihi segala kesaktian apapun di dunia. Mendinginkan api, memenangkan peperangan yang jelas tampak mustahil. Yakin hanya kepada Allah kita berserah diri. Bahkan malaikat Jibril yang besar dan gagah pun bukan yang kita butuhkan.


Ah, ya, saya sering bersedih berlarut-larut. Menangis bermalam-malam. Galau. Bercerita berbusa-busa. Siapa peduli. Sering merasa terdesak, tersudut, oleh dzalim dan jahatnya dunia, merasa begitu banyak beban, tidak sanggup menata kegagalan. Padahal mungkin, sungguh, masalahnya sederhana, tidak seujung kuku dibanding bertemu Raja Nambrud.


Seharusnya saya cukup bersimpuh, berdoa dengan kalimat itu. Menegaskan tauhid.


Jangankan tangis dan doa manusia, sehelai daun yang jatuh di bagian dalam hutan paling gelap sekalipun, Allah pasti tahu. Allah pasti mendengar setiap doa, tidak mungkin mengabaikan makhlukNya yang memohon pertolongan. Allah pasti akan datang, tepat pada waktunya. 


Jadi jangan bersedih lagi. Jangan berputus asa lagi. Tidak pantas seseorang yang punya Tuhan berputus asa. *


Minggu, 24 Februari 2013

Saya (Tidak Mau) Minum Kopi Lagi

Berencana sesi foto di jalanan, Dede malah bobo. Semakin beratlah menggendongnya, dingin pula. Kami perlu berteduh di ruangan. Karena baru kekenyangan makan siang, kami tidak memilih restoran. Kami masuk ke kafe saja, Costa. Tentu harus membeli minum. Demi 2 zl lebih murah, saya memesan kopi, bukan coklat. Sudah berapa tahun ya saya ga minum kopi. Mumpung sekarang sudah berhenti menjadi ibu menyusui. Bolehlaah.

Rabu, 13 Februari 2013

Menyapih itu.. Putus Cinta!

Saya dan Dede masih sangat saling mencintai. Namun kini kami harus berpisah demi kebaikan masing-masing. Kami sama menangis bermalam-malam.

Kamis, 07 Februari 2013

Hari Donat Nasional

Barusan Papa ke warung, kasirnya menawarkan donat, jadi beli. Ternyata hari ini memang 7 Februari, Fat Thursday, atau Shrovetide. Tradisi untuk puas-puasin makan manis, terutama donat. Kalau melewatkan memakannya, konon setahun tersebut tidak akan beruntung. Maka, setiap orang harus makan donat banyak-banyak. Sehari ini saja bisa orang-orang Polandia menghabiskan sekitar 10juta donat. Wow. Karena seminggu setelah hari ini sampai paskah tiba, orang-orang katolik akan pantang makan manis-manis.

Jumat, 01 Februari 2013

Untuk Sekian Kali

Alila memeluk suaminya, Josef. Dia sudah tidak marah lagi. Merelakan masakan istimewanya mendingin karena Josef pulang terlambat. Alila sudah mendapatkan ganti. Josef berjanji akan mengajaknya ke Italia, merayakan anniversary mereka. Hadiah yang sangaaat menyenangkan. Alila tidak sabar menunggu hari itu tiba.

Josef tersenyum, lega dan senang sekali melihat istrinya ceria lagi. Josef berusaha melupakan proyek kerjanya, laporan yang harus selesai dua minggu nanti. Lusa ia akan cuti. Ah, bosnya pasti berubah jutek mengerikan. Namun sekali ini mungkin Josef tidak perlu peduli. Demi Alila. Demi keutuhan dinding pernikahannya. Demi rumah yang telah dan akan terus mereka bangun.

Lusa tiba. Venezia ternyata dingin dan gerimis. Alila sedikit demam, lebih karena lelah berjam-jam di pesawat. Josef juga pusing, meski tidak seberapa. Ia masih sanggup menyeduh teh, dan membuatkan secangkir coklat panas untuk Alila.

Alila termenung menatap menara San Marco di kejauhan, melalui jendela hotel yang basah. Menara itu bangunan tertinggi di Venezia. Sekelilingnya plasa, basilika putih yang megah, dan pertokoan mahal Italia. Alila sudah di Venezia, seharusnya segera ke sana, menyentuhnya, memotretnya, mengingat setiap sudut dengan kepalanya. Apalagi kanal-kanal yang tadi dilewatinya, bangunan-bangunan unik, cantik luar biasa. Ahh, Alila tidak mau menunda lagi. "Kita sudah jauh-jauh ke Italia. Aku mau berkeliling, mau naik gondola."

Josef mendekatkan coklat panas yang tadi dibuatkannya, sudah hangat. "Tapi di luar hujan. Suhunya jadi drop. Pasti dingin sekali."

"Hujannya tidak deras. Lagipula kita punya jaket, tebal, bahkan bisa buat ski."

"Tapi kamu sakit. Nanti bagaimana kalau tambah parah?"

"Cuma demam. Sudah minum panadol, sebentar lagi sembuh. Kalau belum sembuh juga, pulangnya kita bisa ke dokter."

"Lebih baik sehari ini kita di hotel dulu. Besok kalau kamu sudah baikan, kita boleh keliling sepuasnya."

"Hari ini terakhir karnaval. Kita harus lihat topeng-topengnya."

"Di hotel ini nanti malam rasanya ada pesta juga. Kita bisa lihat topeng dan kostum-kostum. Ayolah, Sayang. Ini untuk kebaikan kamu juga."

"Aku akan merasa lebih baik hanya kalau keluar melihat karnaval. Jadi, aku mau naik gondola sekarang. Terserah kamu mau ikut, atau menunggu di sini" Alila memakai boots dan jaketnya. Dia menatap Josef dengan raut muka jengkel.

Josef diam. Dia mengerti bahwa menolak keinginan istrinya akan menjadi retakan di dinding yang menyatukan mereka, sebuah dinding pernikahan yang telah mereka bangun tahun demi tahun. Ia bersedia melakukan apa pun untuk menjaga keutuhan dinding itu, untuk melanjutkan membangun rumah mereka.

Akhirnya Josef mengikuti istrinya. “Baiklah, kita pergi”.

Alila tersenyum senang.

Josef melingkarkan lengan di pinggang istrinya. Mereka melangkah keluar hotel, berpayung gerimis dan angin yang bertiup dingiiin sekali.

Sementara Alila tidak menyadari ini adalah satu lagi bukti cinta suaminya. Untuk sekian kali.





* Terinspirasi dari sebuah cerpen karya Quim Monzó, lupa judulnya.

Setelah Dua Tahun

Seminggu lalu ia genap dua tahun. Masih juga kecil, kurus. Ia tidak menyukai makan. Tidak pula minum. Tidak pernah duduk manis menghabiskan seporsi makannya sendiri. Sekali ia menyukai plum, atau jeruk. Besoknya bosan, tidak mau lagi. Lainnya, dipiliih-pilih. Seringnya menolak, "enggak!". Masakan saya memang tidak enak.