Rabu, 03 April 2013

a very long long looong winter

Sejujurnya saya pengeen gitu menulis full berbahasa Inggris. Pasti tampak keren ya, menunjukkan penulisnya adalah cendikiawan sejati. Hoho. Apalah daya, penguasaan berbahasa Inggris saya berbanding lurus dengan bakat-bakat terpendam saya yang lain: mengaji, menanam bunga, balap karung, dan membaca not balok. Semuanya jeblok.

Baiklah, saya tidak akan membahas mengapa bakat-bakat saya tersebut terpendam terlalu dalam, sampai tidak bisa diselamatkan lagi. Saya juga memutuskan untuk hanya menulis dalam bahasa Indonesia, tidak dalam bahasa Inggris atau bahasa lain. Kecuali kalau suatu hari nanti saya mahir berbahasa Swahili. Kemudian saya akan belajar menari Afrika juga, *mulai melantur*.
...

Secara de jure, musim semi dimulai pada 21 Maret. Secara de jure pula pada 31 Maret dimulai summer time, GMT +1 berubah menjadi GMT +2. Namun secara de facto, badai salju masih saja berpesta pora, berteman suhu minus-minus yang menari tak mau pergi. Berdasarkan yang saya baca, salah satunya menyatakan bahwa musim dingin di Eropa menjadi lebih dingin, lebih bersalju, dan lebih lama, alasan utama karena perubahan iklim: pemanasan global, es di arctic yang mencair,  dan penurunan aktivitas matahari.

Maka, liburan kami pun beginilah. Mengira hari libur nasional paskah adalah waktu yang tepat untuk ke pantai. Mengira cuaca sudah menghangat, hijau daun mulai tumbuh, pantai yang sejuk, pengunjung belum ramai, dengan tentu biaya hotel tidak semahal musim panas. Perkiraan yang keliru. Apa yang diharapkan dari pantai bersalju beku? Tidak seru ternyata berjalan di pinggir laut tanpa kaki menyentuh pasir dan ombaknya. Ahh greget! Seolah makanan lezat terhidang di depan mata, tapi saya sakit gigi.

memaksakan jalan-jalan di dermaga, memaksakan berfoto. salju deras itu dingiin sekali.


Kami tidak bisa lama berjalan-jalan karena Dede kedinginan. Dede pengen digendong terus, kan berat. Terakhir malah sampai nangis-nangis, tangannya bengkak, saking dingin. Kami juga tidak banyak memotret karena rintik dan badai salju lebih mengganggu. Terpaksa kami harus stuck di hotel. Lebih tidak beruntung sebab hotel yang kami pilih tidak sebagus yang kami kira.

Hanya salahkan musim semi yang tak kunjung datang. Hanya salahkan pemanasan global dan semua perilaku manusia yang merusak bumi. Bagaimanapun perjalanan ke tempat baru selalu menyenangkan. Dan saya selalu senaang sekali berlibur bersama Papa. Oia, di luar hal-hal artifisial yang ditambahkan di pantai-pantai Eropa, pantai Indonesia tentu saja jauuh lebih indah.

tiba-tiba Papa dan Dede membawakan bunga, menutup liburan dengan wanginya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar