Jumat, 22 Juni 2012

Dede Suka Main Air, Main Pasir

Awalnya, karena musim dingin yang suhunya minus 23, Dede selalu nangis setiap kali mandi. Namun sekarang musim semi, dan Dede sudah semakin bukan-bayi-lagi. Dede tidak perlu menangis memeluk mama saat mandi. Dede malah betah berlama-lama, main air. Tidak cukup di waktu mandi, Dede kadang mengajak saya lagi ke kamar mandi, basah-basahan lagi, ganti baju lagi.

Rabu, 13 Juni 2012

Saya Tidak Boleh Memarahi Dede

Dede mengacak-acak lemari, menjatuhkan hp, menumpahkan susu, memecahkan sebotol kecap, dan banyak kekacauan lainnya. Barang-barang rusak. Saya harus ngepel lagi. Rrghh! Jengkelnya luar biasa.

Kalau Dede nakal, saya pengen banget marah, membentak, bahkan menjewer Dede. Supaya Dede tau Dede salah, sudah menyusahkan mamanya, Dede ga boleh melakukan itu lagi. Dede pun diam, dengan muka sedih. "Dede masih kecil, Ma. Dede belum ngerti."

Astagfirullah. Iya, Dede masih kecil, masih 1 tahun, gerak motoriknya belum sempurna, jalan pun masih suka jatoh. Dede adalah titipan, bahagia dari Tuhan. Apa saya akan membesarkannya dengan marah-marah? Membentuk pribadi Dede kelak dengan bekal kegagalan mengelola emosi begini? Tahukah Dede kalau saya marah itu karena sangat mencintainya?

Tidak boleh! Saya tidak boleh memarahi Dede!

teganya saya memarahi anak sepolos ini

Dampak buruk pertama, memarahi anak membuat mereka menjadi minder. Anak yang sering diberikan kata-kata negatif akan tertanam pada dirinya bahwa dia selalu membuat kesalahan, tidak berguna, tidak memiliki kemampuan, dan tentu tidak percaya diri.

Kedua, membuat anak menjadi tertutup. Karena sering dimarahi, anak menjadi takut pada orangtua, termasuk untuk bercerita dan berbagi. Padahal orangtua adalah orang yang seharusnya paling dekat dengan anak. Dengan orangtua saja anak sudah menutup diri, apalagi dengan orang lain.

Ketiga, membuat anak menjadi apatis. Saking seringnya dimarahi, anak menjadi tidak peduli. Ketika dimarahi, anak tampak mendengarkan, tapi sebenarnya hanya menganggap angin lalu saja. Anak menjadi cuek dan tidak respek terhadap orang lain.

Keempat, membuat anak menjadi membangkang. Anak tidak suka dimarahi, ada keinginan dirinya untuk melawan tapi tidak mampu. Maka anak akan menunjukkan ketidaksukaannya dengan berbagai cara; (1) sengaja tidak menurut, (2) diam dan tidak melakukan perintah orangtua, atau (3) melambat-lambatkan mengerjakan perintah orangtua, semuanya hanya supaya orangtuanya kesal dan semakin marah. Ada kesenangan tersendiri bagi anak tersebut jika melihat orangtuanya marah. Seiring usia anak yang bertambah, perilakunya akan semakin memberontak.

Kelima, anak meniru temperamen orangtua di lingkungan bermainnya. Anak berpikir bahwa dia yang lebih kuat dapat memaksakan dan menindas teman-temannya yang lebih lemah. Saat dewasa, bukan tidak mungkin anak melakukan hal yang sama terhadap anaknya juga.

Keenam, anak menjadi pribadi yang rentan. Kurangnya kasih sayang membuat anak cenderung depresif, nantinya mudah terpengaruh minuman keras, narkoba, bahkan berpikir untuk bunuh diri.

Naudzubillah. Semoga saya tidak memotivasi Dede menjadi demikian.

Tapi Dede tidak kenapa-kenapa kok kalau saya marahi. Dede diam, pasti sedang mencerna sehingga besok tidak akan mengacau lagi. Yakin? Saya teringat analogi air kolam. Air kolam itu tenang. Coba lemparkan batu, sampah, airnya beriak sebentar, tenang kembali. Kita tidak melihat di dasar kolam yang bersih telah tercemar sebuah batu yang kotor. Coba lemparkan batu lagi, sekali lagi, sekali lagi.

Anak memang tidak menunjukkan perubahan psikologisnya secara langsung setelah dimarahi. Namun perubahan buruk itu terjadi, bertambah, sesering kita memarahinya, sebanyak batu-batu yang dilemparkan ke dasar kolam. Suatu saat jumlahnya akan sangat banyak, akan kasat mata juga. Batu-batu itulah sampah yang mencemari kolam. Bentakan-bentakan itu juga sampah yang mencemari psikologis anak.

Maka, mulai sekarang, berjanjilah, saya tidak boleh memarahi Dede.

Jumat, 01 Juni 2012

Akhirnya, Saya Muak Berjejaring Sosial

"Twitter makes you think you are wise, foursquare makes you think you are a traveler, instagram make you think you are a photographer, facebook make you think you are friendly. But in the real world you are nothing." 



Di sini, dibanding sebuah desa di kabupaten Bandung Barat, akses internet jauuh lebih bagus. Saya menjadi sangat intensif menggunakannya, unlimited. Apalagi karena di dunia nyata kini saya nyaris tidak punya teman, selain papa dan dede. Sehingga kalau sebentar saja ada senggang, saya pasti membuka facebook, mencari kesenangan dari teman-teman maya. Saya membaca semua status, wall, notes, foto, link apapun. Dan berkomentar.

Dia ini, setiap mau tidur, mau makan, mau pergi kemana kemana, pasti bikin status. Apa kalau mau ee juga harus bikin status? Memangnya dia siapa, penting ya buat seluruh dunia tau dia lagi ngapain?!

Si ini, statusnya mengeluh terus, "Ga suka ujan". Besoknya bikin status lagi, "Ga suka mataharinya panas". Besoknya lagi bikin status lagi, "Ga suka AC-nya terlalu dingin". Maunya apa sih?!

Yang ini lagi, baru bikin jurnal nasional aja pengumuman, makan di Subway aja pamer, bulan madu ke Bali update foursquare tiap menit. Bahkan shaum, jumatan, tilawah, dan qiyamul lail pun diceritakan. Subhanallah sekali.

Foto-foto ini pula. Mindahin hardisk ke facebook? Udah fotonya amatir, orangnya ga cakep, mukanya zoom in semua. Menganggu selera makan!

Link-link yang banyak banget ini juga. Kemarin-kemarin virus, sekarang hoax. Ga bisa ya menunjukkan sedikit kepintaran Anda? Masa berita pembodohan gini di-share?!

Ah, semakin lama saya facebook-an, semakin kreatif saya memaki-maki. Akan semakin banyak saja dosa saya.

Saya memang tidak seekstrim yang tidak-lulus-UN-Bahasa-Indonesia karena keracunan bahasa alay di media sosial. Saya tidak kenalan dengan pria maya, janjian, kabur dari rumah, atau selingkuh. Saya juga tidak membunuh anak saya yang mengganggu ketika saya ber-facebook. Namun begini saja, saya sudah cukup merasakan dampak negatif jejaring sosial. Saya muak. Saya menyerah.

Saya memutuskan untuk berhenti, deactivated account. Iyan tidak setuju. Papa mengira gangguan kejiwaan saya muncul lagi, setelah dulu saya pernah merasa mungkin skizofrenia. Maka, demi tetap terhubung dengan keluarga di tanah air, demi meyakinkan papa kalau saya baik-baik saja, facebook account saya kembali.

Hanya saya terpaksa me-remove beberapa teman yang membuat saya hampir gila. Saya meng-hide newsfeed yang sering menimbulkan maki-maki. Papa juga meng-uninstall facebook mobile saya yang terlalu menggoda untuk diklik. Ya, solusi sebenarnya adalah saya harus mengurangi waktu ber-facebook. Bukankah yang berlebihan memang tidak baik?

Mohon doanya ya teman, semoga saya bisa menjadi warga facebook yang istiqamah.

Kamis, 17 Mei 2012

di Taman Lazienkowski

Senja mulai melumuri langit, jingga. Sedikit cahaya mengintip di rimbun pepohonan yang kelabu. Segerombolan merpati terakhir pulang ke timur. Orang-orang, anak-anak, dan sepeda yang tadi ramai, kini kosong. Hanya beberapa masih menggembalakan anjing. Taman pun menjelma sepi.

Aku masih di sudut yang sama, bersembunyi dalam pekatnya dedaunan musim semi. Kita selalu memulainya di sini, menonton Fryderyk Chopin dan kolam hijaunya. Lalu kita berjalan menembus pohon-pohon yang terlahir kembali. Katamu ini seperti hutan di Indonesia. Tentu, kecuali kuil, istana, dan teater di atas air. Kecuali bahwa di sini jauh lebih terawat, bersih, dengan bebek, merak, dan ikan mas raksasa yang seolah terbang. Kecuali bahwa ini taman, dan tidak ada taman di Indonesia.

"Sebegitu burukkah negeri kita di matamu?" Tanyamu, sambil mengulurkan kacang pada seekor tupai yang mendekat.

"Kamu akan pulang?" Aku tak menghiraukan retoriknya.

"Minggu depan semuanya selesai. Bagaimanapun, aku kangen rumah." Aku melihat kamu tersenyum. "Kamu ga akan pulang?"

"Rumahku di Warsaw."

Itulah kali terakhir. Kamu tidak lagi datang ke Lazienkowski. Tidak juga besoknya dan besoknya lagi. Tidak dalam setiap hari selama seminggu ini. Kamu benar-benar fokus menyelesaikan mastermu. Mungkin sedang sibuk berkemas. Lagipula kamu merasa sudah tidak perlu tinggal di negara ini.

Apakah kamu tahu betapa aku merindumu? Seluruh rasa terdalamku tak akan menerima kehilanganmu. Duniaku berhenti, menunggumu. Sampai setiap senja menggulung harapku. Memulai pada langit yang baru.

Hingga pada suatu sore kamu bilang akan datang. Semerbak farfum chamomilemu begitu menggembirakanku. Kamu tampak serasi dengan kemeja kasual dan rok pink bunga-bunga. Sekiranya matahari lebih terik, rokmu pasti bersiluet. Kamu tersenyum, sedikit merapikan kepangan rambut yang tertiup angin. Kamu adalah gadis Asia paling cantik, bahkan lebih cantik dibandingkan gadis Polandia yang jangkung dan seksi.

"Kamu yakin ga akan pulang, Rena?" Tanyamu lagi. "Aku jadi pulang minggu ini."

"Meninggalkan aku?"

"Kalau kamu juga pulang, kita akan tetap bisa sama-sama."

"Tapi pulang berarti ga ada taman, ga ada senja."

"Kamu pilih taman dan senja, atau aku?"

"Aku memilih taman dan senja. Aku juga memilih kamu. Kita tetap bisa sama-sama"

***

Senja mulai melumuri langit, jingga. Sedikit cahaya mengintip di rimbun pepohonan yang kelabu. Segerombolan merpati terakhir pulang ke timur. Orang-orang, anak-anak, dan sepeda yang tadi ramai, kini kosong. Hanya beberapa masih menggembalakan anjing. Taman pun menjelma sepi.

Semerbak farfum chamomilemu mereda. Ya aku memilih taman dan senja. Aku juga memilih kamu. Ya kamu, selamanya akan selalu di sini, meski darah harus bercipratan dari sekujur tubuhmu pada tanganku. Bukankah kita tetap bisa sama-sama?

Jumat, 11 Mei 2012

Dede, saat main di luar

Saya kadang merasa alien, berjilbab di Polandia yang katolik sekali. Apalagi saya begitu pengen invisible, rikuh ketemu orang, berkubur saja di rumah, meski galau. Namun Dede, sebagai anak-anak, lebih suka main menemukan hal baru di luar rumah. Maka saya terpaksa membumi, mengantar Dede jalan-jalan, terutama kalau hari cerah. Dede paling suka main di taman, berjam-jam.


Baru beberapa meter berjalan, Dede sudah disapa. Senang, karena saya tidak perlu menyapa duluan yang jaman dulu sering dicuekin. Orang-orang di sini ramah dan sopan sekali, selain pasti suka anak-anak. Mungkin karena Dede juga berbeda sehingga menarik perhatian. Anak Asia; kulitnya berwarna, kepalanya bulat, hidung yang berbeda.


Sebelumnya Dede jalan pake sepatu yang bunyi, biasa kalau di Indonesia, tapi mungkin di sini ga ada. Banyak orang melihat Dede, bahkan anjing pun mendatangi, dikira bunyi-bunyian itu mengajaknya main. Diperhatikan anak-anak cewe, dede grogi, jatohlah.

Kalau sedang sangat senang, Dede suka ketawa, teriak-teriak, lari-lari, joget, nabrak orang. Maka akan bertambah lagi yang memperhatikan, mulai yang senyum dari jauh, melambaikan tangan, mendatangi, sampai fotoin Dede dan ngasih jeruk. Dede punya banyak fans.


Bersama Dede kemana-mana membuat saya merasa lebih baik. Mengesampingkan sindrom invisible dan kekhawatiran ketemu hooligan atau orang mabuk yang rasis. Sapaan-sapaan kepada Dede sangat menenangkan, seolah kami diterima di sini. Mudah-mudahan juga menjadi aman, sungguh tegakah menjahati seorang perempuan tak berdaya dan anaknya yang kecil begini. Karena mereka ga tau muslim sesungguhnya mengajarkan damai dan toleran. Semoga Allah selalu menjaga kami, di setiap waktu, di semua negeri.

Kamis, 03 Mei 2012

Persiapan Sebelum ke Polandia

Just sharing, untuk kamu yang mau berkunjung, berlibur, menginap, atau pindahan ke Polandia. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan. Referensi ini tidak mutlak kerena riset hanya berdasarkan satu individu, dan tanpa kepentingan komersial dari pihak manapun. *kode minta di-endorse*

Warsaw centrum

Warsaw Oldtown

Persiapan pertama. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang Polandia. Ada hal menarik apa di Polandia. Bagaimana budaya di sana. Kenapa kamu harus ke Polandia. Bukankah untuk melihat menara Eifel sudah jelas harus ke Paris?
Informasi resmi tentang Warsaw ada di warsawtour.pl, tentang Krakow di krakow.pl, dan tentang Wroclaw di wroclaw.pl. Sedangkan trayek angkutan umum di kota-kota di Polandia, kalau kamu perlu, ada di jakdojade.pl yang aplikasinya bisa online juga di smartphone.

Persiapan kedua. Apakah kamu sudah yakin akan ke Polandia? Siapkan budget yang memadai; kelas eksekutif, bisnis, atau ekonomi. Dari jauh-jauh hari kamu harus beli tiket pesawat, kecuali ada niat pake kereta lintas benua dari Cina ke Rusia. Semakin mepet beli tiket pesawat, harga akan semakin mahal. Berangkat di awal atau akhir minggu juga kemungkinan harga tiketnya sedikit lebih mahal sehingga sebaiknya pilih Selasa, Rabu, atau Kamis. Harga tiket Jakarta - Warsaw biasanya sekitar 12 juta rupiah. Beruntung kalau dapet tiket promo, harganya bisa lebih murah. Tapi tiket promo ke Eropa itu super langka karena ga ada Air Asia.

Ketiga. Persiapkan dokumen perjalanan, paspor dan visa. Di blog ini ada artikel yang membahas kronologis membuat paspor dan visa Poland.

Keempat. Belajarlah bahasa Polandia, terutama kalau kamu berencana tinggal lama di sini. Berdasarkan pengalaman saya, bahasa Inggris tidak cukup berguna. Bahasa isyarat mungkin lebih tepat sasaran. Karena di Indonesia tidak ada kursus bahasa Polski, kamu dapat sedikit belajar dari travelinguist.com, ada videonya juga di youtube.

Persiapan kelima. Bawa jaket. Karena sekalipun datang ke Polandia saat musim semi atau musim gugur, tetap akan berasa dingin untuk orang tropis macam saya. Apalagi kalau datang pas musim dingin, suhunya bisa minus 25. Pada kondisi ini, jaket dari Gedebage yang impor dari Korea pun tidak akan cukup. Jadi, sebaiknya bawa satu jaket tebal dan beberapa sweater atau kardigan, sisanya beli lagi di Polandia; jaket tebal, syal, dan topi, jauh lebih murah dan bagus-bagus.

Terakhir, agak absurd. Banyaklah berdoa dan selalu berhati-hati. Karena imigran dan turis di sini benar-benar minoritas, sangat mungkin ketemu orang rasis yang mengerikan. Kadang kepikiran bahwa Polandia sama sekali bukan negeri impian saya. Apalagi dulu saya baru pertama keluar negeri dan tiba ketika klimaks musim dingin; shock culture, winter blues, sangat merana dan ga punya temen. Tapi setelah lama Polandia menjadi tempat yang lebih nyaman. Polandia adalah bagian Eropa yang indah dan sopan. Saya suka. Kamu juga ga akan menyesal datang ke Polandia. Semoga kita bisa ketemu.

Selasa, 01 Mei 2012

Venezia

Kami pun merayakan second anniversary di Venezia, Venice. Hehe, boong ding. Masih seminggu lagi.

Berasa ga percaya bisa ke Venezia, yang dari dulu cuma saya lihat dengan terkagum-kagum di buku, di tipi. Sekarang saya beneran di Venezia! Saya lihat air, bangunan-bangunan dikelilingi air, jembatan-jembatan di atas air, perahu-perahu berjalan di air. Iya gondola.


Kami ke Venezia tanpa persiapan. Hanya berbekal 500 mL air mineral dan beberapa roti. Tanpa informasi apapun, tanpa guide, tanpa googling. Kami berangkat pagi dengan kereta kelas 2 dari Bologna Centrale. Kurang dari dua jam tiba di stasiun Venezia S Lucia. Kami beli peta paling murah 2.5 eur.

Kamu boleh mencoba naik water bus, perahu besar yang menyusuri "jalanan" air di Venezia dengan tujuan tertentu. Harga one way 6 eur. Kalau kamu ingin lebih privat silakan mencoba water taxi yang tujuannya bisa kamu tentukan sendiri. Buat yang eksklusif atau honeymoon, naiklah gondola. Mamang-mamangnya pake seragam, baju garis-garis biru dan topi jerami. Perahu gondolanya bagus, dengan karpet dan bunga-bunga. Sedangkan untuk paket hemat seperti kami, cukup foto saja gondolanya lalu tinggalkan. Kita berkeliling Venezia dengan jalan kaki.


Setiap orang di Venezia mungkin adalah turis. Jual beli souvenir dan makan-makan menjadi ramai sekali. Gang-gang sempit daratan yang menghubungkan antargedung menjadi seperti pasar. Meski tidak sebanyak Bologna, Venezia juga punya banyak gedung kuno khas Italia, patung-patung bagus, dan menara-menara miring. Kata papa mungkin Italy adalah asal kata dari italic, jadi miring-miring.


Jalan di sekitar kompleks bangunan adalah air, seperti sungai. Airnya cukup bersih, biru-hijau, dengan banyak gondola di tepinya dan jembatan beraneka macam. Venezia merupakan kota bersejarah yang dibangun manusia dengan fondasi sulit di atas laguna. Kota ini semakin tergenang jika pasang. Namun bukan menjadi kumuh, Venezia cantik seperti yang diceritakan di buku, yang saya lihat di tipi. Apalagi kalau pada waktu-waktu tertentu ada karnaval topeng, festival seni, pesta kembang api, atau pemutaran film, pasti jauh lebih seru.


Sebagai sebuah kota, ternyata Venezia tidak terlalu luas. Bisa ditelusuri keseluruhan dengan berjalan kaki seharian, pasti gempor. Karena salah satu hal yang menyenangkan bahwa di Venezia hampir tidak ada mobil dan motor, kan water bus dan taksinya pakai perahu. Oia sebagai tips wisata, gunakan sepatu kets atau apapun yang nyaman, dan karena cuacanya hangat tidak butuh lagi jaket winter berlapis-lapis. Berjalan berkeliling di kota ini sangat menyenangkan, jangan ganggu dengan high heels dan jaket yang berat.

Akhirnya kami sampai di Piazza San Marco, pusat kehidupan orang-orang Venezia yang kata peta paling indah di dunia. Plasa yang luas dengan monumen-monumen jaman Renaissance. Basilica San Marco yang menyimpan harta karun Konstantinopel, menara jam Torre dell'Orologio, Palazzo Ducale, dan menara lonceng. Di sekelilingnya berderet cafe dan butik merk-merk terkenal. Waaa mauu. Tapi kalaupun saya beli menghabiskan tabungan papa, sekalinya dipakai pasti dikira beli kw dari pasar ular. Mending tabungannya buat sasak rambut, meningkatkan kasta biar dikira ibu pejabat. Hehe.


Pokoknya tidak akan bosan berulang-ulang menyusuri kota yang dikelilingi air. Setiap sudut memiliki keunikan, bagus semua. Tapi matahari semakin terik. Sebentar lagi mungkin satu orang dapat satu matahari. Kaki juga sudah ga karuan rasanya. Kami sudah berjalan lebih dari lima jam. Alhamdulillah tapi capenya terbayar. Kota tergenang ini memang layak dikunjungi. Terima kasih papa buat Venezianya. Suka.

Mahalnya Italia

Satu hal yang paling tidak menyenangkan di Italia itu mahal, sangat mahal.

Di Bologna, toko baju dan sepatu berderet-deret. Mengusik jiwa feminim saya buat beli semuanya, bagus-bagus. Namun mengetahui harga yang ratusan euro, saya cuma menatap sedih jendela etalasenya. Orang Italia gajinya berapa siy, masih bertahan hidup setelah transaksi di kassa sini.

Membandingkan dengan Poland, dengan nilai tukar 1 eur = 4, 2 zl, Italia lebih mahal lebih dari empat kali lipat dibanding Poland. Di Bologna bawang dijual 3 eur per kilo, sedangkan di Warsaw terakhir saya beli hanya 0.99 zl per kilo. Di Bologna satu bulat selada dijual 3 eur, sedangkan di Warsaw hanya 3 zl. Di Bologna roti tawar harganya lebih dari 1 eur, sekali saya beli roti 0.99 eur keras dan ga enak banget, sedangkan di Warsaw roti tawar cuma 2 zl dan roti 0.17 zl pun masih lumayan enak. Harga Bologna tersebut adalah harga di supermarket yang akan naik dua kali lipat kalau beli di toko.

roti 0,99 eur yang keras, ga enak. tapi hampir semua resto dan tempat makan menyajikannya

Apalagi harga makanan jadi, bikin kami males makan, males bayar sebenernya. Padahal Bologna begitu terkenal dengan kulinernya, kebanyakan adalah pasta dengan isian daging babi. Karena pengen mencicipi, bukan pasta babi, kami beli es krim di gelateria Gianni yang katanya paling enak. Satu cone kecil harganya 2,5 eur. Rasanya beneran enak. Dede juga suka. Namun beberapa waktu kemudian, kami sekeluarga diare. Haduh, mungkin kami cocoknya makan es lilin saja.

sulit memilih rasa es krim di gelateria Gianni, semua tampak enak

Padahal di kereta saya merasa sedang di padalarang, sawah melulu. Dari pesawat juga saya lihat perkebunan di Bologna dan sekitarnya luaaas sekali. Bologna adalah penghasil gandum, sayur, buah, dan wine terbaik di Italia. Bukankah Italia pun dekat laut? Tapi kenapa harga ikan, daging, pasta, dan semua hasil pertanian itu sebegitu mahalnya? Lebih mahal dibandingkan di Poland yang buah-buahannya justru diimpor dari Italia. Apa iya karena penggunaan mata uang euro? Karena setau saya Poland belum pake euro karena takut harga-harga jadi mahal.

Kalau tentang ekonomi, saya ga ngerti ah, apalagi perekonomian internasional gini.

Saya kembali jadi ibu rumah tangga saja, yang sesuai dasa darma pramuka; hemat cermat dan bersahaja. Saya merasa beruntung tinggal di eropa di negara yang tidak semahal Italia. Harga-harga di Poland jauh lebih ramah dibanding Italia, untuk beberapa hal malah lebih murah dibanding Indonesia. Meskipun kadang membuat saya khilaf belanja segala macam. Semoga saya tetap bisa menjadi alumni pramuka yang istiqomah :p

Bologna the Red

Bologna is the learned, the fat, the red and the city of towers. Bologna the learned karena Bologna punya universitas tertua di Eropa, bahkan di barat. Bologna the fat karena siapa yang ga tau spageti Bolognese, beraneka makanan dari Bologna adalah terbaik di Italia dan terkenal ke seluruh dunia; pasta tortellini, tortelloni, mortadella, lasagna, pizza, wine, dan hasil pertaniannya yang kaya. Bologna the red karena bangunan-bangunan tua terakota yang menjadikan kota berwarna merah khas, serta secara tidak langsung the red juga menunjukkan sejarah politik di bawah pemerintahan komunis. Bologna the city of towers karena pada abad pertengahan memiliki lebih dari 200 menara, meski kini hanya tersisa 60.

Bologna. Jalan dan arcade.

Kalau Jakarta berpusat di Monas, Bandung di Gasibu, maka pusat Bologna adalah Piazza Maggiore. Di sekitarnya ada monumen-monumen kota. The Basilica of San Petronio, Palazo Dei Notal, Palazo Communale, Palazo Re Enzo, Palazo Del Podesta, Palazo Dei Banchi, serta patung Neptunus yang kontroversial. Semuanya bagus. Sisanya plasa luas, orang-orang berkumpul, foto-foto, makan, belanja, jualan, nongkrong, kalau weekend biasanya ada pertunjukan atau mengamen.

patung Neptunus. jadi kenapa kontroversial?

Simbolisasi Bologna adalah Due Torri atau the Two Towers: Asinelli, menara yang paling tinggi dan Garisenda, menara yang miring. Kalau kamu suka memanjat, boleh mencoba naik sampai puncak menara dan melihat Bologna secara utuh dari atas. Tinggi sekali, saya sih tidak berminat. Di dekat Due Torri terdapat bangunan kuno juga, San Giacomo Maggiore.

Due Torri

Selain itu, Via Santo Stefano merupakan one of the most beautiful streets of the town. Karena apartemen kami di sini, kami melewatinya setiap hari. Sepanjang jalan adalah bangunan kuno terakota, arcade, gereja, dan toko-toko. Ada plasa kecil di depan gereja Santo Stefano, ramai dan wajib dikunjungi buat turis.

Sayangnya saya kurang mengerti seni. Saya ga tau kenapa tata kotanya padat begini. Sama ga ngerti kenapa bangunan-bangunan kuno ini malah tampak kumuh. Kecuali patung Neptunus, itu keren. Tapi apakah saya akan sebulanan memeluknya dan bilang saya betah di Bologna karena ada Neptunus? Saya kira Poland jauh lebih menyenangkan. Dan jika memilih mau tinggal di mana, absolutely Indonesia.