"Twitter makes you think you are wise, foursquare makes you think you are a traveler, instagram make you think you are a photographer, facebook make you think you are friendly. But in the real world you are nothing."
Di sini, dibanding sebuah desa di kabupaten Bandung Barat, akses internet jauuh lebih bagus. Saya menjadi sangat intensif menggunakannya, unlimited. Apalagi karena di dunia nyata kini saya nyaris tidak punya teman, selain papa dan dede. Sehingga kalau sebentar saja ada senggang, saya pasti membuka facebook, mencari kesenangan dari teman-teman maya. Saya membaca semua status, wall, notes, foto, link apapun. Dan berkomentar.
Dia ini, setiap mau tidur, mau makan, mau pergi kemana kemana, pasti bikin status. Apa kalau mau ee juga harus bikin status? Memangnya dia siapa, penting ya buat seluruh dunia tau dia lagi ngapain?!
Si ini, statusnya mengeluh terus, "Ga suka ujan". Besoknya bikin status lagi, "Ga suka mataharinya panas". Besoknya lagi bikin status lagi, "Ga suka AC-nya terlalu dingin". Maunya apa sih?!
Yang ini lagi, baru bikin jurnal nasional aja pengumuman, makan di Subway aja pamer, bulan madu ke Bali update foursquare tiap menit. Bahkan shaum, jumatan, tilawah, dan qiyamul lail pun diceritakan. Subhanallah sekali.
Foto-foto ini pula. Mindahin hardisk ke facebook? Udah fotonya amatir, orangnya ga cakep, mukanya zoom in semua. Menganggu selera makan!
Link-link yang banyak banget ini juga. Kemarin-kemarin virus, sekarang hoax. Ga bisa ya menunjukkan sedikit kepintaran Anda? Masa berita pembodohan gini di-share?!
Ah, semakin lama saya facebook-an, semakin kreatif saya memaki-maki. Akan semakin banyak saja dosa saya.
Saya memang tidak seekstrim yang tidak-lulus-UN-Bahasa-Indonesia karena keracunan bahasa alay di media sosial. Saya tidak kenalan dengan pria maya, janjian, kabur dari rumah, atau selingkuh. Saya juga tidak membunuh anak saya yang mengganggu ketika saya ber-facebook. Namun begini saja, saya sudah cukup merasakan dampak negatif jejaring sosial. Saya muak. Saya menyerah.
Saya memutuskan untuk berhenti, deactivated account. Iyan tidak setuju. Papa mengira gangguan kejiwaan saya muncul lagi, setelah dulu saya pernah merasa mungkin skizofrenia. Maka, demi tetap terhubung dengan keluarga di tanah air, demi meyakinkan papa kalau saya baik-baik saja, facebook account saya kembali.
Hanya saya terpaksa me-remove beberapa teman yang membuat saya hampir gila. Saya meng-hide newsfeed yang sering menimbulkan maki-maki. Papa juga meng-uninstall facebook mobile saya yang terlalu menggoda untuk diklik. Ya, solusi sebenarnya adalah saya harus mengurangi waktu ber-facebook. Bukankah yang berlebihan memang tidak baik?
Mohon doanya ya teman, semoga saya bisa menjadi warga facebook yang istiqamah.
makanya, maen game di fb, biar ga bosen
BalasHapusRestoran City kan udh ga ada :D
Hapus