Selasa, 07 Februari 2012

Selalu Bersama Dede

Di sini saya akan selalu sama-sama Dede. Kalau weekend kami mungkin jalan-jalan bareng papa, atau bermalas-malas di rumah dan Dede akan mengganggu main game papa. Kalau weekdays, papa ke kampus, pagi sampai sore. Maka saya harus berdua saja dengan Dede. Karena winter yang sangat dingin, kami pun berkubur terus dalam flat, sesekali melihat ke luar melalui jendela. Kami sering melihat salju turun, kadang saya pungut untuk mainan Dede hingga mencair di telapak tangan kecilnya. Dede ketawa. Di luar dapur juga ada pohon besar yang meranggas, banyak burung terbang dan bertengger di situ. Beberapa burung mengambil remah roti yang sengaja papa simpan di luar jendela. Di depan flat kami ada jalur kereta, Dede senang melihat kereta lewat, dan mobil-mobil yang melintas cepat di jalan.

Pemandangan dari jendela, setelah salju reda.

Dede selalu membuat rumah berantakan. Membuka lemari dan mengeluarkan semua benda di dalamnya. Mengacak-ngacak laci, sepatu, dan baju-baju kotor di mesin cuci. Menumpahkan air. Meremukkan biskuit dan coklat. Bagian tersulit, Dede ga bisa ditinggal dan jarang bobo. Kalau sekali Dede bobo, saya harus sigap memasak, mencuci piring, menyapu kamar, buru-buru mandi, makan, dan solat. Kalau lama Dede belum bobo juga dan perut saya sudah krubuk-krubuk, ya saya harus makan sambil rela nasi saya diacak-acak, sendoknya dilempar, atau dede nangis karena saya tidak acuhkan. Bahkan saya pernah di toilet dengan Dede yang mau terus bermain di sebelah. Kasian Dede pasti kebauan :D

Sekarang Dede sudah lebih dari setahun. Sudah lama hobi mengeluarkan barang-barang; mengeluarkan semua kerupuk dari dalam toples, mengeluarkan kartu-kartu dari dompet, mengeluarkan buku-buku dari tas papa, mengeluarkan baju-baju dari lemari. Sekarang Dede mulai bisa memasukkan kembali barang-barang itu. Setelah disortir dan ternyata ga nemu yang menarik, biasanya Dede memasukkan beberapa ke tempatnya semula. Barusan, setelah mengeluarkan pakaian kotornya dari mesin cuci, dede memasukkannya kembali. Baiknya, Dede juga memasukkan  keset, lap kaki, dan lap piring ke dalam mesin cuci. Lap kotor dan jelek gini masa digabung sama baju Dede?

memasukkan lap kuning ke dalam mesin cuci.

Di sini saya akan selalu sama-sama Dede. Tak akan bosan untuk bermain, berantakan, dan membereskan rumah sama-sama.

Rabu, 01 Februari 2012

Cerita Pertama di Warsaw

Ini hari ke-13 saya di Warsaw (31012012 2157 GMT+1). Setelah perjalanan Soekarno Hatta - Chopin lebih dari 22 jam. Setelah begitu sulit membujuk Dede yang cape, bosen, ga nyaman di pesawat. Setelah menjadi lebih sulit harus berpisah jalan dengan teman. Hanya berdua Dede dari Munich. Repot mencari bagasi. Tersesat di bandara. Ponsel lowbatt, tanpa sinyal, tanpa akses internet, tanpa punya sepeserpun zloty. "Papa di mana?"

Ini hari ke-13 saya di Warsaw. Telah 13 hari pula berkumpul bertiga lagi. Seneeeeng banget akhirnya bisa bertemu papa. Seneeeeng banget. Saya ga mimpi kan menginjak Eropa? Di sini beneran ada winter, dingiiin. Merasakan banyak butiran salju jatuh di muka saya. Beli boots. Dengan supermarket yang menjual macam-macam roti, macam-macam keju, yogurt, kefir, sosis besar, dan ada banyak daging rusa, dan kuda. Vending machine. Tram. Metro. Serta, tahukah kamu, di sekitar saya bule-bule secakep Orlando Bloom, secantik Amanda Bynes... Ya, cukup. Paragraf ini menunjukkan betapa kampungnya saya. Haha. Tak apalah.



Ini hari ke-13 saya di Warsaw. Mungkin saya mulai mengalami winter blues -apapun artinya, pokonya saya ga suka musim dingin. Karena nyatanya ga seromantis di film-film, musim dingin itu sangat kering dan tentu saja sangat sangat dingin. Saya yang ga pernah pake losion pelembab, meranalah. Kulit bersisik, telapak tangan kaku, muka mengelupas, dan senyum membawa luka, karena bibir yang berdarah-darah. Semakin banyak alasan buat bermalas-malas di dalam rumah. Meskipun ada mesin pemanas, ruangan masih saja berasa dingin. Apalagi di luar, sampai minus belasan. Perlu baju berlapis yang ribet, kaku, dan berat. Kalau mau pergi, persiapannya lama sekali. Mana Dede ga mau pake topi, ga mau pake syal, ga mau pake jaket, ga mau pake sarung tangan, ga mau pake celana tebel, ga mau pake sepatu, ga mau naik kereta bayi. Padahal anak-anak di sini didorong di kereta bayi semua, ga ada yang digendong. Jadilah Dede nangis sepanjang jalan. Terakhir Dede malah sakit, ke klinik, dan langsung dirujuk ke rumah sakit. Sedih. Mudah-mudahan Dede cepet sembuh dan beradaptasi.


Ini hari ke-13 saya di Warsaw. Semoga musim semi datang lebih cepat tahun ini. Amin.

Selasa, 31 Januari 2012

Witamy w Polska


"kalau mau ke luar negeri harus jago bahasa inggris. toefl nya harus di atas 600."

...


 
dan di sini semuanya berbahasa polski :(

Rabu, 28 Desember 2011

Visa (Schengen) Nasional Polandia

Dari banyak persiapan buat ketemu PapaMi di Warsaw, bikin visa adalah hal paling ribet. Mulai dari mengumpulkan dokumen sampai bolak-balik ke Jakarta. Dan saya ga suka Jakarta. Panas, macet, nyasar.. Namun dibandingkan cerita orang yang bikin visa di kedutaan Amerika Serikat yang ditolak berkali-kali, pengalaman saya ini tidaklah seberapa.

Sabtu, 26 November 2011

Mencintamu adalah Bahagia

Tidak sekalipun terpikir memilikimu, terlebih mencintamu.
Secepat ini.
Ketika Tuhan mencipta, nyatanya tidak bersama satu ruang cinta dalam hati saya, buatmu.
Kosong. Kenapa kamu harus di sini?
Hingga satu pagi di Januari..
Ruang itu belum juga hadir.

Dan kita dipisah.
Kamu meninggalkan saya yang belum mengenal adamu.
Saya ingin melihatmu, sekali.
Selangkah demi selangkah, menemukanmu.

Kamu yang kecil, tertidur.
Dengan jarum-jarum menusuk, menyambung banyak selang menyanggamu.
Kamu masih belum bisa minum.
Kamu menangis.
Mengalirkan deras di mata saya. Tak henti.

Akhirnya.
Kamu harus kuat, Cinta.
Ya, saya mulai mencintamu. Saya yakin saya sangat mencintamu. Dan saya akan selalu mencintamu.
Perjuanganmu telah membuka ruang cinta dalam hati saya, begitu luas buatmu.

...

Kini. Lebih dari sepuluh waktu.
Kamu di sini. Tumbuh, sehat, dalam peluk kami.
Kamu main, lucu, jatuh, berantakan, tertawa.
Semua tentangmu yang menakjubkan.

Mencintamu adalah bahagia.
Cepat sembuh ya Cinta.

Minggu, 20 November 2011

Segelas Jus Sirsak

Musim penghujan. Seperti setahun lalu, pohon sirsak kita berbuah banyak sekali. Seperti setahun lalu, buahnya manis menunggu matang, setengah asam, beberapa jatuh, beberapa membusuk. Namun tidak seperti setahun lalu, tidak ada kamu yang memanjat, melempar sebuah sirsak besar dan sekumpulan semut ke kepala saya. Tidak seperti setahun lalu, yang setiap hari selalu ada kamu, dan selalu ada segelas sirsak, bahkan ketika tak tersisa makanan apa-apa lagi di rumah.


Saya ingin mengirimimu segelas jus sirsak. Kala jingga temani matahari terbenam. Saya ingin kita meminumnya sama-sama, untuk berbagi cerita, mengeluh, merenung, mengkhayal, dan tertawa. Tanpa sadar kamu hampir menelan bijinya. Itu karena saya malas membuangnya satu-satu.

Saya ingin mengirimimu segelas jus sirsak. Melintas benua, dalam senja yang mulai temaram. Saya ingin kamu menghabiskannya, segelas, walau masam karena gulanya tinggal sedikit. Saya akan terus memperhatikan mukamu. Lucu.

Maka, inilah kebersamaan kita, kebahagiaan bagi saya. Tidak perlu menunggu kamu pergi untuk tau kamu selalu di sini. Di hati.


Dan segelas jus sirsak ini, teristimewa buat sang pemilik hati.

Sabtu, 19 November 2011

Roti

Suatu ketika kami sedang beramai-ramai mencotek laporan praktikum.
Saya menuliskan tanggal di laporan. 19 November.
Budi, bukan nama sebenarnya, tiba-tiba kaget. "Jadi hari ini tanggal 19 November?"
Saya ikutan kaget. "Iya. Memang kenapa?"
"Berarti tadi pagi saya makan roti kadaluarsa."
...
Saya speechless.


Kamis, 10 November 2011

Hujan, bagian dua

Saya hanya akan pulang. Karena rumah saya jauh. Karena hari keburu sore. Karena saya malas bermacet-macet. Dan dia mau ikut, mengantar saya pulang. Katanya saya juga sudah mengantarnya ke kantor pos. Saya senang saja, bisa ada teman.

Siang yang cerah telah berganti hujan. Saya tidak membawa payung, tidak pernah berniat. Malah dia bawa payung, meski hanya cukup buatnya sendiri. "Cowo ko bawa payung?" tanya saya. Menurutnya, ga penting kenapa cowo harus risih dengan payung. Bukankan cewe dan cowo sama-sama bisa kehujanan tanpa payung?

Kami pun berlari menerobos hujan. Berdesakan di bawah payung kecilnya.  Deras air membasahi kami juga, bersatu dengan cipratan becek di jalan-jalan berlubang. Kuyup. Kami cuma bisa tertawa.

Buat saya, hujan selalu menyertakan kisah. Kadang mengharukan. Banyak menakjubkan.

Kami naik bis Damri no 9. Penuh. Dia memberikan tempat duduknya buat ibu-ibu, merelakan lebih dari satu jam berdiri. Saya kagum. Ketika banyak bapa-bapa gendut mempertahankan pantatnya, pura-pura tidur, tak menghiraukan nenek-nenek, ibu hamil, atau anak balita yang nangis-nangis kecapean berdiri, ternyata saya punya teman yang baik.

Hujan belum juga reda, memaksa kami berteduh di sini, berdua. Setiap tetes air yang turun mengalirkan cerita. Tentang dia yang menghabiskan seliter susu dan jadi diare sewaktu ujian. Tentang saya yang curious pada kandungan kimiawi ee ayam hingga memakannya. Tentang kami yang sama-sama solat di salman demi air minum gratis. Tentang teman-teman kami. Tentang banyak hal dalam pandangan kami.


Saya mengenalnya lama, beberapa tahun di kelas yang sama, di kelompok praktikum yang sama. Namun daripada curhat, kami lebih sering berdebat. Kadang dia memang menyebalkan..

Kecuali di suatu hari saat hujan. Dia menjaga saya, di bawah payungnya.

panas


based on true story. waktu SMA.

seorang cowo (co): kamu ko ga pake jilbab?
seorang cewe (ce): ga ah. panas.
co: kan lebih panas di neraka..