Imam Syafi'i memiliki kemampuan hapalan luar biasa. Beliau hafal Al Qur-an pada umur 7 tahun dan hafal kitab Al Muwatha karangan Imam Maliki pada umur 10 tahun. Bahkan saat itu Imam Syafii tidak mempunyai kitab Al Muwatha, hanya meminjamnya. Merasa harus mengembalikan secepatnya, beliau pun berusaha menghafal dalam waktu singkat. Berhasil, kitab itu dihafal dalam waktu sembilan hari saja! Pun ketika remaja, kamar beliau penuh dengan catatan-catatan sehingga terlalu sempit untuk tidur. Lalu Imam Syafii bertekad kuat untuk menghafalnya. Beliau mengurung diri di kamar selama berbulan-bulan. Dan beliau berhasil menghapalnya. MashaAllah. Maka, kamar beliau tidak sempit lagi.
Namun, Imam Syafi'i pernah berkata,“Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.”
Imam Syafi’i merenung, menelusuri kegiatannya sehari-hari, mengira-ngira dosa apa yang telah diperbuat. Beliau menelusuri perjalanannya dari rumah ke majelis, beliau pun teringat suatu saat tanpa sengaja beliau pernah melihat seorang wanita sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap kakinya. Imam Syafi'i melihat aurat wanita yang tidak halal baginya, padahal beliau memalingkan wajah, tetapi beliau menyebut dirinya bermaksiat sehingga merasa sulit menghapal.
Seorang Imam Syafi'i yang kemampuan menghapalnya luar biasa, bisa terganggu karena ketidaksengajaan. Apalagi saya yang terlena, menganggap ah dosa kecil, lalu lalai bertaubat. Mungkin semakin banyak maksiat telah menutupi hati saya sehingga selalu merasa berat melakukan ketaatan, malas beribadah, susah khusyuk dalam shalat, apalagi menghapal Al Qur’an.
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14).
“Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 14: 268).
Ya Allah, berilah taufik pada kami untuk selalu menjauhi maksiat serta berilah hidayah pada kami untuk giat bertaubat. Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot, wa tarkal munkaroot. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan berbagai kemungkaran. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar