Rabu, 26 September 2012
Belajar Foto: Eksposur
Kamis, 13 September 2012
The Airplane has Landed. Clap Clap Clap.
Sebelumnya saya pernah baca di blog Mbak Elice. Namun mengalaminya sendiri tetap saja membuat takjub. Hal unik ini akan terjadi jika naik pesawat dengan sebagian besar penumpang adalah orang Polandia. Ketika pesawat berhasil mendarat, tanpa aba-aba orang akan bertepuk tangan. Ramai, kompak. Ini sebagai bentuk senang dan lega karena sudah sampai di tempat tujuan. Lebih jelas lagi, tepuk tangan adalah apresiasi kepada pilot dan kru karena sudah menerbangkan penumpangnya dengan selamat. Ah, saya ikut terharu.
Awalnya kebiasaan ini dilakukan hampir semua orang; di Eropa, Amerika Latin, Asia, ketika perjalanan udara masih baru, terbatas, dan lebih merupakan petualangan. Kini sudah ditinggalkan seiring meningkatnya frekuensi penerbangan -sehingga banyak low cost airline tiketnya begitu murah. Apalagi selama take off dan terbang lancar semua. Momen itu menjadi terlalu biasa untuk diapresiasi. Saya membaca di berbagai forum, beberapa orang malah menilai orang-orang yang bertepuk tangan ini kampungan, idiot, brainless. Jahatnya. Pendapat lain, karena ketika naik bis atau parkir pun tidak perlu bertepuk tangan. Tetapi kan tidak ada salahnya jika bertepuk tangan untuk seseorang yang memarkirkan mobil kita. Atau coba mereka mengalami penerbangan yang lebih dramatis, masihkah tidak rela mengapresiasi pilot dan kru atas pendaratan yang selamat?
Bagi saya, karena tepuk tangannya seru, ikutan saja. Toh tujuannya baik, berterima kasih. Orang Polandia memang sopan sekali, mengucapkan terima kasih adalah tradisi wajib. Kalau suatu waktu Anda mengejar bis dan bisnya berbaik hati menunggu beberapa detik demi Anda, ucapkan terima kasih pada sopirnya. Kalau tiba-tiba ada laki-laki membukakan pagar karena Anda seorang wanita, ucapkan terimakasih pada bule gentleman itu. Juga kalau ada anak kecil memberi Anda batu atau ranting pohon, ucapkan terima kasih. Dibandingkan kebaikan yang didapat, terima kasih adalah apresiasi yang tidak seberapa, tapi penting.
sayap pesawat *ilustrasi yang tidak mendukung narasi |
Awalnya kebiasaan ini dilakukan hampir semua orang; di Eropa, Amerika Latin, Asia, ketika perjalanan udara masih baru, terbatas, dan lebih merupakan petualangan. Kini sudah ditinggalkan seiring meningkatnya frekuensi penerbangan -sehingga banyak low cost airline tiketnya begitu murah. Apalagi selama take off dan terbang lancar semua. Momen itu menjadi terlalu biasa untuk diapresiasi. Saya membaca di berbagai forum, beberapa orang malah menilai orang-orang yang bertepuk tangan ini kampungan, idiot, brainless. Jahatnya. Pendapat lain, karena ketika naik bis atau parkir pun tidak perlu bertepuk tangan. Tetapi kan tidak ada salahnya jika bertepuk tangan untuk seseorang yang memarkirkan mobil kita. Atau coba mereka mengalami penerbangan yang lebih dramatis, masihkah tidak rela mengapresiasi pilot dan kru atas pendaratan yang selamat?
Bagi saya, karena tepuk tangannya seru, ikutan saja. Toh tujuannya baik, berterima kasih. Orang Polandia memang sopan sekali, mengucapkan terima kasih adalah tradisi wajib. Kalau suatu waktu Anda mengejar bis dan bisnya berbaik hati menunggu beberapa detik demi Anda, ucapkan terima kasih pada sopirnya. Kalau tiba-tiba ada laki-laki membukakan pagar karena Anda seorang wanita, ucapkan terimakasih pada bule gentleman itu. Juga kalau ada anak kecil memberi Anda batu atau ranting pohon, ucapkan terima kasih. Dibandingkan kebaikan yang didapat, terima kasih adalah apresiasi yang tidak seberapa, tapi penting.
Rabu, 12 September 2012
The Netherland #4, Epilogue.
Luar negeri tidak seindah foto-foto facebook..
Dulu melihat foto teman di luar negeri diposting di social media, iri sekali. Background bangunan keren, menara, transportasi yang rapi, apalagi salju. Yang difoto juga pasti sambil senyum, ketawa, senanglah tentu di sana. Bermimpi saya pun harus ke luar negeri, harus mengalami sendiri foto-foto itu.
Setelah sebulan saja di luar negeri. Yup, foto-foto itu fitnah. Foto yang diposting tentu saja yang baik, background bagus, suasana menyenangkan, makanan enak. Background ee anjing di jalanan ga mungkin difoto, cuaca yang selalu kelam tak terceritakan, perasaan miris selalu ingin pulang, apalagi kalau mesti jualan koran demi makan layak. Siapa yang perlu iri?
Pada setiap foto, buat saya, ada ceritanya. Foto berikut adalah salah satunya, di pusat kota Den Haag. Gedung artistik di belakangnya entah apa, saya tidak peduli. Hari itu kami sedih sekali. Baru selesai membuat SPLP dari KBRI. Terkunci di Belanda. Bolak-balik di kereta dari pagi hingga larut. Kami kehilangan paspor.
Alhamdulillah kami masih bisa kembali ke Polandia. Setelah waktu begitu panjang dan melelahkan di Belanda, kami masih harus mengurus paspor baru di Warsaw. Mrnunggu di KBRI, dengan biaya 80 USD per paspor. Huaa, seandainya uang sebanyak itu dibelikan tempe. Saya dan Dede perlu mencetak visa juga. Beruntung residen permit papa ga ikutan hilang.
Visa saya dan dede yang sebelumnya masih berlaku sampai Januari tahun depan. Kami hanya perlu mencetak lagi di paspor baru, gratis. Hanya saja imigrasi di Warsaw itu "ajaib", all in Polish. Giliran saya ditelepon dengan bahasa Inggris, saya malah salah dengar. Jadi saya dimarahin petugas imigrasi. Hehe.
Tambahan lagi, nyatanya tidaklah begitu menyenangkan tinggal di negara yang bahasanya entah, yang muslimnya minoritas, yang orang Indonesianya hanya staf KBRI, yang imigran dianggap menuh-menuhin negara mereka saja. Terkadang bertemu orang rasis yang melecehkan, rasanya sakiiit sekali. Dan kehilangan paspor di negeri yang jauh, oh saya ingin menangis dipeluk beruang. Sungguh Indonesia adalah tempat tinggal paling nyaman. Hujan emas di negeri sendiri lebih baik daripada hujan batu di negeri orang, bukan?
Bagi saya, luar negeri tidak seindah foto-foto facebook..
Dulu melihat foto teman di luar negeri diposting di social media, iri sekali. Background bangunan keren, menara, transportasi yang rapi, apalagi salju. Yang difoto juga pasti sambil senyum, ketawa, senanglah tentu di sana. Bermimpi saya pun harus ke luar negeri, harus mengalami sendiri foto-foto itu.
Setelah sebulan saja di luar negeri. Yup, foto-foto itu fitnah. Foto yang diposting tentu saja yang baik, background bagus, suasana menyenangkan, makanan enak. Background ee anjing di jalanan ga mungkin difoto, cuaca yang selalu kelam tak terceritakan, perasaan miris selalu ingin pulang, apalagi kalau mesti jualan koran demi makan layak. Siapa yang perlu iri?
Pada setiap foto, buat saya, ada ceritanya. Foto berikut adalah salah satunya, di pusat kota Den Haag. Gedung artistik di belakangnya entah apa, saya tidak peduli. Hari itu kami sedih sekali. Baru selesai membuat SPLP dari KBRI. Terkunci di Belanda. Bolak-balik di kereta dari pagi hingga larut. Kami kehilangan paspor.
Alhamdulillah kami masih bisa kembali ke Polandia. Setelah waktu begitu panjang dan melelahkan di Belanda, kami masih harus mengurus paspor baru di Warsaw. Mrnunggu di KBRI, dengan biaya 80 USD per paspor. Huaa, seandainya uang sebanyak itu dibelikan tempe. Saya dan Dede perlu mencetak visa juga. Beruntung residen permit papa ga ikutan hilang.
Visa saya dan dede yang sebelumnya masih berlaku sampai Januari tahun depan. Kami hanya perlu mencetak lagi di paspor baru, gratis. Hanya saja imigrasi di Warsaw itu "ajaib", all in Polish. Giliran saya ditelepon dengan bahasa Inggris, saya malah salah dengar. Jadi saya dimarahin petugas imigrasi. Hehe.
Tambahan lagi, nyatanya tidaklah begitu menyenangkan tinggal di negara yang bahasanya entah, yang muslimnya minoritas, yang orang Indonesianya hanya staf KBRI, yang imigran dianggap menuh-menuhin negara mereka saja. Terkadang bertemu orang rasis yang melecehkan, rasanya sakiiit sekali. Dan kehilangan paspor di negeri yang jauh, oh saya ingin menangis dipeluk beruang. Sungguh Indonesia adalah tempat tinggal paling nyaman. Hujan emas di negeri sendiri lebih baik daripada hujan batu di negeri orang, bukan?
Bagi saya, luar negeri tidak seindah foto-foto facebook..
Kamis, 06 September 2012
The Netherland #3, Unforgettable!
Senin malam kami akan pulang dari Schipol. Senin siang kami akan main dulu di Amsterdam atau Volendam. Senin pagi kami berangkat dengan kereta dari Groningen. Pindah kereta di Amersfoort, kami terburu-buru, melupakan satu tas ransel. Tas berisi laptop, jaket, payung, personal care liquid, makanan, minum, dompet, kunci apartmen, dan paspor. Ya, paspor!
Papa melapor, katanya petugas di kereta tersebut akan mencari tas kami. Sejam kemudian menelepon lagi menanyakan keberadaan tas kami. Belum ditemukan. Sejam kemudian menelepon lagi. Belum ditemukan lagi. Sejam lagi. Setiap jam. Sampai sore sekali kami menunggu kabar di stasiun Amersfoort. Tak ada hasil.
Papa melapor, katanya petugas di kereta tersebut akan mencari tas kami. Sejam kemudian menelepon lagi menanyakan keberadaan tas kami. Belum ditemukan. Sejam kemudian menelepon lagi. Belum ditemukan lagi. Sejam lagi. Setiap jam. Sampai sore sekali kami menunggu kabar di stasiun Amersfoort. Tak ada hasil.
Rabu, 05 September 2012
The Netherland #2, Scheveningen
Setelah tiba di Groningen dan disambut jamuan makan hingga tengah malam, esoknya kami langsung diajak jalan-jalan ke Den Haag, sekitar 2,5 jam perjalanan kereta. Transportasi umum yang paling diandalkan di Belanda ya kereta ini. Jika di dalam kota transportasinya dengan sepeda, maka transportasi ke luar kota mudah sekali menggunakan kereta karena semua kota saling terhubung dengan jalur yang efisien. Jadwal berangkat dan tiba pun relatif tepat. Untuk satu kota tujuan tertentu, jadwalnya bisa setiap setengah jam, meski dengan rute berbeda. Maka, tidak heran, di satu stasiun bisa ada belasan peron.
The Netherland #1, Groningen
Jika libur lebaran di Warsaw saja, sudah dipastikan sedihnya, mengingat kangen berkumpul keluarga di Indonesia. Maka kami berlibur, melengkapi papa yang sedang cuti. Terpilihlah Belanda. Teman kami cukup banyak di sana, silaturahmi, dan menghilangkan anggaran hotel. Alasan lain yang penting, tempe. Papa seolah ngidam.
Kami menumpang di flat nyaman bersama pasutri bahagia yang baiik sekalii, Eryth dan Ka Iqbal. Kedatangan kami bahkan disambut dengan upacara makan besar dan enak. Kami disiapkan timetable jalan-jalan keliling Belanda, lengkap dengan tourguide dan bekal makan siang. Terharu..
Langganan:
Postingan (Atom)