Selasa, 19 Juli 2016

Bahan Kimia Sintesis vs Organik

Semakin marak produk natural dan organik: makanan, kosmetik, sampai pakaian. Dilabel dengan harga jauh mahal, produk organik menyampaikan pesan bahwa segala hal yang alami dipastikan lebih baik. Benarkah bahwa bahan kimia sintesis berbahaya dan bahan organik lebih baik?

FYI, dalam ilmu kimia, bahan kimia didefinisikan sebagai semua materi yang memiliki struktur dan komposisi tertentu. Obat-obatan adalah bahan kimia, obat herbal pun bahan kimia, air, udara adalah bahan kimia, termasuk manusia juga bahan kimia. Jadi, produk sintesis maupun organik adalah sama bahan kimia. Bahan kimia sintesis atau artifisial merujuk pada materi yang dibuat manusia melalui proses sintesis. Bahan kimia organik atau natural atau alami dihasilkan dari alam tanpa intervensi manusia. Di antara keduanya adalah naturally derived. Contohnya, alkohol sintesis dari reaksi etena dan uap air, alkohol alami dari fermentasi buah, dan alkohol naturally derived dari fermentasi yang dikontrol manusia.

Bahan kimia sintesis bisa beracun. Bahan kimia alami juga bisa beracun. Bahan kimia sintesis seperti aspirin (analgesik) diketahui bersifat toksik pada dosis tertentu dan menyebabkan alergi pada beberapa kasus. Bahan kimia sintesis sodium thiopental (anestesi) bahkan dapat membunuh pasien hanya dalam hitungan menit. Demikian juga bahan kimia alami, kentang mengandung solanin dan apel mengandung amygdalin yang pada dosis tertentu menyebabkan kematian. Botulinum toxin, tetanospasmin, HIV, bukankah produk alam yang sangat mematikan?

Grafik menunjukkan botulinum toxin (LD50 = 3.00 E-7 mg/kg) sejuta kali lebih mematikan dibanding bahan kimia sintesis (dioxin LD50 = 0.022 mg/kg, DDT LD50 = 113 mg/kg).

Struktur kimia suatu materi-sintesis adalah sama persis dengan materi-alami-nya. Vitamin C atau asam skorbat sintesis memiliki rasa, aroma, dan fungsi yang sama dengan vitamin C dari jeruk. Bayi yang "dibuat" dengan in vitro fertilisation sama manusia-nya dengan bayi normal. (Ref)

Struktur kimia yang sama adalah senyawa yang sama, baik berasal dari bahan alam maupun hasil sintesis. Sedikit kasus berbeda, contohnya vitamin E alami d-α-tokoferol sedangkan vitamin E sintesis adalah dl-α -tokoferol (dl merupakan campuran d- dan l-α-tokoferol). Senyawa l-α-tokoferol ini 1,4 kali kurang efektif dibanding d-α-tokoferol sehingga vitamin E alami lebih diminati, tetapi tidak berarti bahwa vitamin E sintesis itu beracun. Contoh sebaliknya, produk sintesis (parasetamol) lebih aman dibanding ekstrak tanaman butterbur (senyawa petasin untuk pengobatan migraine) karena pada ekstrak butterbur juga mengandung alkaloid pirolizidin (PAs) penyebab kerusakan liver.

Produk pertanian organik maupun konvensional, memiliki nutrisi sebanding. Pertanian organik pun ternyata masih menggunakan pestisida naturally derived, sehingga produknya tetap mengandung residu pestisida walau tidak sama banyak dengan produk pertanian konvensional. (Ref)

Dosis yang tepat adalah hal penting. Artinya tidak berbahaya, aman dikonsumsi -awamnya tidak berlebihan-. Menjadi masalah pada bahan alam karena tidak diketahui kadarnya. Misalnya singkong: di banyak negara memerlukan perlakuan khusus sebelum bisa dikonsumsi -direndam air selama 24 jam kemudian dimasak lama- karena diketahui mengandung senyawa sianida yang sangat beracun, tetapi di Indonesia singkong bisa dikonsumsi langsung mentah karena dipercaya kadar racunnya masih dapat ditoleransi. Kadar racun (sianida) dalam produk alam (singkong) tidak bisa secara langsung diukur dan diketahui, akibatnya kasus keracunan (singkong) seringkali terjadi. Contoh lain, rumput fatimah dan pemberian madu pada bayi.

Untuk beberapa kasus, bahan kimia sintesis lebih baik karena lebih murni. Contohnya melatonin (hormon tidur) alami yang diperoleh dari otak binatang seringkali mengandung virus sedangkan melatonin sintesis lebih aman karena lebih murni, tidak mengandung virus. Bahan kimia sintesis juga lebih cepat dan mudah diproduksi sehingga lebih murah. Banyak bahan kimia alam butuh serangkaian proses pemurnian di lab sebelum bisa dikonsumsi sehingga tidak cost-effective. Sebagian besar suplemen vitamin di pasaran adalah sintesis. Pada kasus alkohol untuk muslim, konsumsi alkohol alami mutlak diharamkan, sedangkan alkohol sintesis masih boleh digunakan.

Kenapa menghabiskan waktu dan biaya lebih banyak demi label organik, padahal bahan sintesis tersedia sama manfaatnya, dengan harga lebih murah, dan sama aman. Apalagi saking tidak percayanya pada produk sintesis sebagian orang lantas hanya mandi dengan air, tanpa sabun karena black campaign mengandung bahan berbahaya. Oh, apakabar riset ratusan tahun kalau manusia malah memilih hidup di jaman batu.

Kita tidak bisa meng-generalisir bahwa semua bahan kimia sintesis itu buruk, seperti kita juga tidak bisa bilang bahwa semua bahan kimia alami itu baik. Sebagian orang mungkin alergi terhadap paparan bahan kimia sintesis tertentu tetapi tidak berarti bahan sintesis tersebut berbahaya bagi semua orang. Sebagian lain mungkin aman menggunakan bahan organik tertentu tetapi tidak berarti bahan tersebut baik dikonsumsi oleh semua orang. Bahan kimia sintesis vs organik bukanlah isu hitam dan putih, benar dan salah, lebih rumit karena harus mempertimbangkan kasus per kasus.

Pada akhirnya, jadilah konsumen cerdas dan bijak. Mari dukung perkembangan riset ilmiah demi kemaslahatan umat manusia *grin*.

1 komentar:

  1. kalau dibilang sama2 saja, baik bahan kimia alami maupun sintesis, kenapa ada banyak produk bertebaran pemanis alami yang berasal dari bahan tertentu lebih baik, daripada pemanis gula yang juga malah sama2 dari tumbuhan juga (tebu), apalagi ada pemanis buatan yang tentunya memang tidak bagus untuk kesehatan?

    artinya memang ada kandungan tambahan lain atau mungkin memang senyawa nya lain sehingga tidak bisa diciptakan atau dibuat dengan sengaja sehingga mau tidak mau memang harus mengekstraknya dari sumber makhluk hidup (tumbuhan).

    salam natural
    alami lebih tetap lebih baik.

    BalasHapus