Selasa, 24 Mei 2016

Soyang Dam dan Kuil Cheongpyongsa

Soyang Dam adalah waduk batu terbesar di Asia, terbesar keempat di dunia, membendung Danau Soyangho, danau buatan terbesar di Korea. Selain sebagai pembangkit listrik, danau ini juga berfungsi untuk kontrol banjir, irigasi, tempat memancing, dan tentu saja, tempat wisata! Waduk yang besaar, bersih, saya pastikan jauh lebih bagus dari Waduk Cirata di Purwakarta. Soyang Dam terletak di Chuncheon-si, Gangwon-do, mencapainya bisa naik bus 11 atau 150, turun di pemberhentian terakhir di Soyang-gang Dam.


Walau bagus, ada patung-patung dan panel edukasi, tetapi menikmati pemandangan di dam saja sepertinya kurang puas. Lanjutkan dengan ferry atau hiking ke Gunung Obongsan. Ada pilihan ferry rombongan yang lebih murah maupun ferry kecil yang lebih privat. Dengan ferry rombongan bisa berkeliling Danau Soyangho, 12.000 won, atau menyeberang ke Cheongpyongsa, 6000 won pp (Hilmi gratis). Jadwal ferry setiap 30 menit. Kami menyeberang selama sekitar 10 menit.

Turun dari ferry, ada beberapa jalur mendaki yang bisa dipilih. Kami memilih jalur ke kiri, jalur paling mudah menuju Kuil Cheongpyongsa selama sekitar 30 menit. Memasuki area kuil Cheongpyongsa seharusnya membayar tiket masuk 2000 won, tetapi karena kami datang pada hari kelahiran Buddha, jadi gratis.

Jalur menuju kuil tidak pernah membosankan. Setelah melewati deretan penjual makanan di awal, selanjutnya khas gunung, hijau pepohonan, sungai kecil, ada air terjun kecil juga. Sejuukk bahkan pada musim panas. Kami minum di salah satu mata airnya, segar. PapaMi ikutan membuat Bangsatap, tumpukan batu seperti menara. Orang Korea melakukannya dan percaya Bangsatap akan membawa kesejahteraan bagi mereka dan melindungi desa dari nasib buruk.


Dan puncak perjalanan ini adalah bangunan-bangunan kuil yang baguuss: ukiran atap, pilar, patung-patung, lilin, gemerencing (bukan gemerincing, kbbi checked) lonceng, dan lampion warna-warni.


Cheongpyongsa mempunyai legenda. Seorang pemuda mencintai Putri Pyeongyang, Putri Kaisar Taejong pada Dinasti Tang. Kaisar tidak merestui dan membunuh Pemuda tersebut. Pemuda itu terlahir kembali sebagai ular yang menempel pada Sang Putri yang masih sangat dicintainya. Berbagai usaha telah dilakukan namun tidak dapat melepaskan ular tersebut. Sang Putri lalu memutuskan keluar dari istana, mengembara, dan tinggal di Cheongpyeongsa. Ia bermalam di gua Gongjugul, mandi di aliran sungai Gongjutang dan membuat Gasa, baju biarawan. Karena kebaikan hati Sang Putri, ular pun dapat lepas dari tubuhnya, terbebas dari siklus reinkarnasi, dan mencapai surga. Sang Putri menceritakan kejadian itu pada Kaisar dan meminta dibangun pagoda (Gongjutap) di Cheongpyeongsa.

 

Oia, turun dari kuil Hilmi senang loncat-loncat di tangga. Lengah sebentar, Hilmi jatooh! Tangganya itu batu, keras, tajem. Hilmi megang kepalanya, berdarah. Darah? Iya, darah! Banyak. Menetes-netes. Saya panik. Hilmi nangis keras. Untung bawa octenisept. Semproott! Dan obat ajaib itu pun bekerja. Darahnya berhenti. Hilmi masih menangis...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar