Setelah dua Ramadhan lalu bolong-bolong puasa, tahun ini saya harus penuh. Meski masih berstatus ibu menyusui, tetapi Dede sudah cukup umur untuk seharusnya memenuhi semua kebutuhan gizi dari makanan padat. Semoga kendala summer - dengan waktu siang hampir 19 jam- juga tidak mengganggu niat puasa sebulan ini.
Maka, dimulailah Ramadhan 1433 H pada 20 Juli 2012, lebih awal sehari dibandingkan keputusan pemerintah di Indonesia. Saat sahur saya berupaya makan dan minum banyak, tetapi selalu berakhir amnesia, berasa lupa berapa hari ga makan. Membereskan pekerjaan rumah saja lemesnya keterlaluan. Daan menunggu waktu sunset itu lamaaa sekali.
Kalau di Indonesia, senang karena semua dikondisikan Ramadhan. Godaan-godaan diminimalkan, dengan alasan menghormati yang berpuasa. Kadang ada dispensasi kerja juga. Beribadah pun menjadi tambah semangat. Di sini sebaliknya, kami harus menghormati yang tidak berpuasa. Kami harus bertahan di sekitar orang-orang yang makan, yang minum di siang yang amat panas, istigfar setiap berseliweran adegan film remaja kasmaran, termasuk yang berjemur dengan bikini. Jam bekerja tetap seperti biasa, gerah, cape, tanpa makan siang, dan menunda makan sore.
Pengen pulang ini mah. Kangen ramadhan di Indonesia. Kangen suara adzan dari mesjid. Kangen buka puasa jam 6 sore. Kangen kolak dan kerupuk mie buat tajil. Kangen beli cuanki sepulang tarawih. Ah ya, kami juga lagi puasa tentang Indonesia bukan? Kalau nanti pulang pasti lebih nikmat dari minum es buah saat buka.
Hikmahnya, esensi puasa di sini lebih terasa. Mudah-mudahan bukan sekedar menahan lapar dan haus yang ekstrim, setidaknya bisa belajar lebih tertib. Seperti orang-orang Poland yang tertib menyebrang jalan, membuang sampah pada tempatnya, saling memberi tempat duduk di kendaraan umum, menyapa, antri, dan banyak lagi hal kecil yang semakin langka ditemui di masyarakat Indonesia. Ya, semoga ramadhan, di manapun, akan membawa kita menjadi muslim yang lebih baik.
Maka, dimulailah Ramadhan 1433 H pada 20 Juli 2012, lebih awal sehari dibandingkan keputusan pemerintah di Indonesia. Saat sahur saya berupaya makan dan minum banyak, tetapi selalu berakhir amnesia, berasa lupa berapa hari ga makan. Membereskan pekerjaan rumah saja lemesnya keterlaluan. Daan menunggu waktu sunset itu lamaaa sekali.
ramadhan timetable dari islamicfinder.org |
Kalau di Indonesia, senang karena semua dikondisikan Ramadhan. Godaan-godaan diminimalkan, dengan alasan menghormati yang berpuasa. Kadang ada dispensasi kerja juga. Beribadah pun menjadi tambah semangat. Di sini sebaliknya, kami harus menghormati yang tidak berpuasa. Kami harus bertahan di sekitar orang-orang yang makan, yang minum di siang yang amat panas, istigfar setiap berseliweran adegan film remaja kasmaran, termasuk yang berjemur dengan bikini. Jam bekerja tetap seperti biasa, gerah, cape, tanpa makan siang, dan menunda makan sore.
Pengen pulang ini mah. Kangen ramadhan di Indonesia. Kangen suara adzan dari mesjid. Kangen buka puasa jam 6 sore. Kangen kolak dan kerupuk mie buat tajil. Kangen beli cuanki sepulang tarawih. Ah ya, kami juga lagi puasa tentang Indonesia bukan? Kalau nanti pulang pasti lebih nikmat dari minum es buah saat buka.
Hikmahnya, esensi puasa di sini lebih terasa. Mudah-mudahan bukan sekedar menahan lapar dan haus yang ekstrim, setidaknya bisa belajar lebih tertib. Seperti orang-orang Poland yang tertib menyebrang jalan, membuang sampah pada tempatnya, saling memberi tempat duduk di kendaraan umum, menyapa, antri, dan banyak lagi hal kecil yang semakin langka ditemui di masyarakat Indonesia. Ya, semoga ramadhan, di manapun, akan membawa kita menjadi muslim yang lebih baik.