Kamis, 10 September 2015

Shalat

Rasulullah bersabda, "betapa banyak orang yang mengerjakan shalat hanya memperoleh letih dan payah".

Maksud Rasulullah adalah orang yang lalai selama shalat. Apalah artinya mengucapkan huruf bacaan shalat hanya sebagai hapalan dan kebiasaan. Apakah rukuk dan sujud seolah ditujukan kepada tembok di depan kita karena pikiran kita sebenarnya entah sedang di mana atau menuju ke mana. Padahal kita tahu, shalat adalah dialog, permohonan personal kepada Tuhan. Setiap melafalkan, misal "ihdinas siratal mustaqim" seharusnya kita berbicara sepenuh hati, sepenuh kesadaran mengharap Allah selalu menunjukkan jalan yang lurus. Namun akankah doa-doa itu dikabulkan jika kita sekedar setengah hati, bahkan melakukannya sebagai ritual membaca tanpa hati?

Maka shalat adalah ibadah utama, tiang agama -lebih dari zakat, puasa, haji-, karena betapa tidak mudah menghadirkan hati dari awal hingga akhir shalat.

Kita harus bekerja keras menghadirkan hati dengan mengurangi penyebab lalainya shalat kita, secara eksternal maupun internal. Mengurangi penyebab eksternal yaitu menundukkan pandangan dari hal-hal di luar sekitar kita yang mengganggu pancaindera kita. Bisa ditanggulangi misalnya dengan shalat di tempat tenang, dekat tembok, dan menyingkirkan gambar, tulisan, maupun dekorasi yang dapat menarik perhatian. Sedangkan mengurangi penyebab internal dalam jiwa kita lebih sulit, karena obsesi duniawi menyibukkan jiwa kita sepanjang waktu, termasuk saat shalat. Kita harus menghukum jiwa kita, melepaskan diri dan memutus ikatan nafsunya.

Rasulullah pernah shalat memakai kain pemberian Abu Jaham yang bergambar. Seusai shalat, beliau menanggalkannya, "Bawalah kain itu kepada Abu Jaham karena kain itu baru saja melalaikan aku dari shalatku,"

Abu Thalhah pernah shalat dalam kebun kemudian kagum kepada seekor binatang yang terbang mencari jalan keluar dari sebuah pohon sehingga sesaat pandangannya teralihkan dan tidak tahu sudah berapa rakaat shalatnya. Beliau menceritakan kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, kebun itu aku sedekahkan, maka aturlah sekehendakmu."

Mereka melakukannya untuk memutus bahan pikirannya dan penebus kekurangsempurnaan shalatnya. Kita pun seharusnya selalu berupaya khusyuk sepanjang shalat, meski pikiran duniawi seringnya mengalahkan kita, berusahalah lagi mengembalikan hati, berusaha lagi, berusaha lagi, berusaha bermunajat kepada Allah semampu kita, sampai akhir shalat. Mudah-mudahan setengah shalat kita, atau sepertiganya selamat, menjadi shalat khusyuk, shalat yang terpelihara.

Mohonlah pertolongan sebaik-baiknya kepada Allah. Tidak ada jalan lain kecuali mengakui ketidakmampuan kita melaksanakan ketaatan kepadaNya. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan ampunanNya.

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya." (QS AlMuminun 1-2) "Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi surga firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (QS AlMuminun 9-11)

 .. dari Tazkiyatun Nafs, bab shalat ..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar